Catatan Denny JA: Mengapa Diperlukan Teori Baru Sosiologi Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence?
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 16 Februari 2025 17:35 WIB

Jika agama bertransformasi menjadi pengalaman digital semata, akankah kita kehilangan kedalaman spiritualitas yang sejati?
Ataukah ini hanyalah evolusi alami?
Akankah agama, seperti halnya komunikasi dan ekonomi, akhirnya bermigrasi ke dunia maya?
4. Tafsir Agama Berbasis AI: Obyektif atau Berbahaya?
Salah satu klaim terbesar AI dalam ranah agama adalah kemampuannya menganalisis ribuan tafsir secara bersamaan. Jika manusia selalu terikat oleh budaya dan sejarahnya, AI dapat menyusun tafsir tanpa preferensi subjektif. Tetapi di sinilah masalahnya:
AI tidak memiliki kesadaran. Ia hanya mampu membaca data yang ada, tetapi tidak bisa mengalami iman.
Lebih jauh, jika AI dikendalikan oleh kelompok tertentu, ia dapat menjadi alat propaganda teologis yang sangat kuat. Sebuah negara, misalnya, dapat memprogram AI untuk hanya menyebarkan tafsir agama yang sesuai dengan kepentingannya. AI yang tampak netral bisa saja menjadi mesin penyebar dogma.
Di sinilah letak paradoksnya: ketika kita semakin mengandalkan AI untuk memahami agama, apakah kita justru kehilangan kebebasan spiritual kita?
5. AI Mendorong Era Spiritualitas Tanpa Agama
Di era AI, banyak orang mulai mencari makna hidup di luar agama formal. Mereka tidak lagi terikat pada satu tradisi tertentu, tetapi menjelajahi berbagai sistem kepercayaan dengan cara yang lebih cair.