Catatan Denny JA: Mengapa Diperlukan Teori Baru Sosiologi Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence?
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 16 Februari 2025 17:35 WIB

Sebuah gagasan hanya bisa bertahan jika ada komunitas yang menghidupkannya. Perlu dibentuk komunitas lintas agama yang merayakan agama sebagai warisan budaya bersama dan menekankan nilai-nilai universalnya.
Teori ini menunjukkan bahwa agama sedang mengalami transformasi besar di era AI.
AI membuka akses ke tafsir agama yang lebih luas, mengurangi ketergantungan pada otoritas agama tradisional, dan mempercepat kebebasan individu di beberapa negara.
Namun, agama tetap bertahan karena memberikan makna, bukan karena kebenaran faktualnya.
Masa depan agama bukanlah soal dogma, tetapi bagaimana ia bisa beradaptasi dengan zaman.
Ketika agama semakin menjadi warisan budaya bersama dan dipandu oleh prinsip HAM, spiritualitas akan berkembang menjadi lebih inklusif. Agama akan lebih berbasis komunitas yang memperkaya kehidupan manusia secara universal.
Katakanlah ini ikhtiar saya selaku ilmuwan sosial mengisi kekosongan teori sosiologi agama di era AI. Aneka kelemahannya akan dilengkapi oleh ilmuwan sosial lain, terutama dengan semakin meningkatnya peran artificial intelligence. (1)
-000-
Bagaimana saya sampai pada tujuh fondasi yang menjadi landasan, yang disebut Budhy Munawar Rahman dan Ahmad Gaus AF sebagai “Teori Denny JA soal Agama dan Spiritualitas di era AI?”
Saya menggunakan pendekatan multi-metode (mixed methods)—sebuah perpaduan antara riset kuantitatif dan kualitatif.