Teori Denny JA tentang Agama Menjembatani Era Klasik dan Revolusi Artificial Intelligence
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 16 Februari 2025 07:46 WIB

Oleh Anick HT*
ORBITINDONESIA.COM - Seberapa besar revolusi artificial intelligence (AI) ini akan mengubah cara kita beragama?
Seberapa kuat teori Denny JA yang ingin menjelaskan tentang agama dan spiritualitas di era AI?
Baca Juga: Denny JA dan Puisi Esai: Mendobrak Batas Antara Sastra, Sejarah, dan Advokasi Sosial
Agama adalah lembaga sosial yang tak berhenti diperdebatkan manusia.
Meskipun konsep agama sebagai institusi sosial konon baru lahir dalam peradaban manusia di 5.000 tahun belakangan (hinduisme) atau 50.000 tahun (animisme), sementara umur homo sapiens sekitar 300.000 tahun.
Sepanjang umur agama itu pula agama tak bisa dilepaskan dari fenomena dan perdebatan sosiologis.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Surat yang Tertunda Ketika Bom di Hiroshima
Ketika Edward Burnett Tylor menulis Primitive Culture (1871), ia mencoba memahami bagaimana kepercayaan berkembang dari animisme menuju sistem yang lebih kompleks.
Karl Marx melihat agama dalam bingkai sosial dan ekonomi, sebagai alat yang mencerminkan struktur kelas.
Ia melihat agama sebagai alat yang digunakan oleh kelas penguasa untuk menindas kelas pekerja dan mempertahankan status quo.
Émile Durkheim mengkaji peran agama dalam menjaga solidaritas sosial.