Pengantar Denny JA Untuk Buku 65 Puisi Esai: Kesaksian Zaman (2025)
- Penulis : Arseto
- Rabu, 16 April 2025 09:20 WIB

1. Perang yang Mengoyak Ambon, Luka yang Tak Sembuh
Konflik Ambon meninggalkan jejak panjang dalam ingatan kolektif. Seorang saksi bercerita, bukan dengan angka-angka statistik, tetapi dengan perasaan kehilangan yang mengendap selama puluhan tahun. Puisi ini bukan hanya rekaman tragedi, tetapi juga upaya merekonsiliasi luka lama.
2. Luka Imigran dalam Dunia yang Tak Ramah
Di negara-negara maju, para imigran datang dengan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Tetapi sering kali, mereka justru menemukan prasangka, diskriminasi, dan tuduhan yang tak berdasar. Di era media sosial, kebencian menyebar lebih cepat dari kebenaran.
Saya sendiri yang menulis puisi esai ini. Ketika mengunjungi dua anak saya yang sekolah di London, saya merasakan suasana anti imigran yang lumayan di segmen tertentu masyarakat sana.
Sentimen itu meledak ketika terjadi kasus pembunuhan warga Inggris. Muncul aksi protes dan demo atas imigran Muslim, yang disebarkan sebagai pembunuhnya.
Namun fakta menunjukkan, ternyata pembunuhnya warga Inggris sendiri, bukan imigran Muslim. Aksi protes itu tak akan mudah termakam oleh berita palsu jika tak ada bara sentimen negatif terhadap imigran Muslim.
Saya rangkai puisi esainya agak panjang, agar terasa suasana psikologis massa.
“Ahmad, masih trauma.
Keluarganya dianiaya. Masjidnya diserang massa.
Ia dituduh bagian dari jaringan imigran, parasit, dan pembunuh.
Ia melihat dirinya pohon tua yang terhempas angin sejarah. Tangan-tangan yang gemetar oleh spirit kebencian menebangnya.
Akar kasihnya dianggap ancaman.