Inilah Pengantar Buku Imam Qalyubi “Analisis Semiotik, Linguistik dan Intertekstualitas Terhadap 15 Puisi Esai Denny JA”
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 26 Maret 2025 13:52 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Kebenaran terdalam dunia tidak dapat diungkap secara langsung. Ia harus “dibisikkan”, ditandai lewat bayangan dan nuansa, bukan dideklarasikan terang-terangan.
Oleh karena itu, simbolisme sangat cocok dengan puisi, karena puisi memberi ruang pada ambiguitas, resonansi, dan kedalaman imajinasi.
Simbol adalah bahasa rahasia jiwa. Ia muncul bukan untuk menjelaskan, melainkan untuk mengguncang.
Dalam kata “bulan”, kita tidak hanya melihat langit malam, tetapi kerinduan yang tak terucap, kesunyian yang melingkar dalam dada.
Dalam kata “laut”, kita tak sekadar membayangkan ombak, tapi luka yang terus datang dan pergi.
Penyair tidak memberi jawaban. Ia hanya membuka jendela. Lewat simbol, puisi tidak mengatakan “ini dia kenyataannya”, tetapi “mari kau rasakan ini bersamaku”.
Setiap simbol mengundang pembaca masuk ke ruang batinnya sendiri. Di sana, makna bukanlah milik satu suara, tapi gema dari banyak kemungkinan.
Bahasa literal memenjarakan. Tapi simbol membebaskan makna untuk menari. Di sanalah puisi menemukan kekuatannya.
Dalam bisikan simbol, ia mengajarkan kita: dunia tak harus dijelaskan, cukup dirasakan, dan dibiarkan berbicara dalam diam yang paling dalam.
Baca Juga: Menyelam ke Dalam Diri: Pengantar Buku 71 Lukisan Tentang Renungan Jalaluddin Rumi dari Denny JA
Renungan soal simbolisme kata ini yang saya rasakan ketika membaca buku Imam Qalyubi. Ia menganalisis 15 puisi esai saya dalam buku “Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka,” (2025). Qalyubi menganalisis puisi itu satu persatu dengan pendekatan semiotika, linguistik dan interteksualitas.