DECEMBER 9, 2022
Kolom

Pencarian Identitas, dan Burung Gagak Ingin Menjadi Merak: Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Puisi Esai Mahwi Air Tawar

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Ada yang ingin menjadi angin, padahal ia batu. Ada yang ingin menjadi lautan, padahal ia api.

Manusia kerap berlari dari dirinya sendiri, mengganti nama, mengganti wajah, mengganti sejarah—seolah perubahan bisa menghapus akar yang telah tertanam.

Tapi di mana ujung pelarian itu? Saat cermin tak lagi mengenali kita, saat suara sendiri terdengar asing, saat tempat pulang telah lenyap, apa yang tersisa?

Dilema itu tak terletak pada perubahan, melainkan pada kehilangan. Menjadi sesuatu yang lain sering kali berarti mengorbankan yang telah ada. Dan terkadang, kita baru menyadari nilainya saat semuanya telah hilang.

-000-

Keinginan memiliki identitas yang sama sekali berbeda tergambar dari satu puisi esai Mahwi Air Tawar: Musyawarah Burung Gagak.

Demi sehelai masa, seekor gagak meninggalkan bayangannya. Ia mengabaikan ranting-ranting yang biasa menjadi pijakannya dan mengepakkan sayap menuju dunia yang berkilauan.

Ia tak ingin lagi hitam legam, tak ingin lagi menjadi sekadar suara serak yang diabaikan. Ia ingin menjadi merak—megah, anggun, dan dikagumi.

“Ia pun melepas hitam bulu takdirnya.
Memeluk angin, membelai badai.”

Namun, seperti gema yang terpantul di lembah sunyi, keindahan yang ia buru bukanlah rumah yang bisa ia tinggali. Kilau bulu merak tak membuatnya diterima di antara kawanan merak. 

Halaman:

Berita Terkait