Inilah Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Culture and Politics in Sumatra and Beyond
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 28 Februari 2025 08:03 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Ilmu pengetahuan dan kekuasaan bukan dua entitas yang terpisah, melainkan saling membentuk. (1)
Ilmu bukan sekadar pencarian kebenaran, tetapi juga alat untuk mengatur, mengawasi, dan mendisiplinkan.
Ia meresap ke dalam tubuh sosial, membentuk norma, menentukan siapa yang berpengetahuan dan siapa yang harus tunduk.
Setiap wacana ilmiah membawa jejak kekuasaan, menentukan batasan pemikiran, membungkam yang tak sesuai.
Kekuasaan tidak selalu memaksa, tetapi sering menyusup halus dalam kata-kata, statistik, dan institusi.
Maka, memahami ilmu adalah memahami siapa yang berbicara, atas nama siapa, dan untuk kepentingan siapa.
Inilah renungan dari Michel Foucault yang muncul ketika membaca makalah “Understanding Sumatra: Dutch Cultural Exploration of Padang Uplands in the Nineteenth Century.”
Makalah ini ditulis oleh Dr. Pham Van Thuy - Associate Professor, Faculty of History, University of Social Sciences and Humanities - Vietnam National University.
Makalah ini salah satu saja dari buku rampai The Second International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) 2024. IMLF ini tradisi tahunan yang salah satu penyelenggaranya adalah Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, Sumatra Barat.
Aneka paper dan esai dalam buku ini ditulis oleh akademisi dan peneliti internasional seperti Kieu Bich Hau, Reshma Ramesh, Vadim Terekhin, Carlos Velasquez Torres, dan Sastri Bakry.