Puisi Ahmad Gusairi: Ketika Pohon Bicara
ORBITINDONESIA.COM - Ketika pohon bicara, suaranya seperti bisik langit
Lirih turun pelan melalui serat-serat waktu
Ia tak berhuruf, namun dapat dibaca
Oleh hati yang masih ingin mengerti asal mula kehidupan
Ia berkata,
“Aku ditanam oleh tangan yang tak terlihat
Oleh kehendak Yang Maha Menumbuhkan.”
Batangnya adalah kitab yang tumbuh
Setiap lingkar usianya adalah ayat
Tentang kesabaran yang tak pernah dipamerkan
Ketika pohon bicara
Daunnya bergetar seperti tasbih yang kehilangan suara
Ia bersaksi tentang musim yang datang dan pergi
Tentang panas yang semakin sombong
Tentang hujan yang kini seperti tamu yang ragu-ragu
Memasuki rumah lama
Akar-akar yang tak pernah dipuji itu bercerita
Bahwa mereka adalah kaki yang terus bersujud
Meski tanah di sekitarnya tak lagi ramah
Meski dunia di atasnya saling berebut
Tanpa tahu ada yang berkorban diam-diam di bawah
Pohon berkata,
“Aku memayungi kalian bukan karena kuat
Tapi karena diperintah oleh cinta
Yang tidak pernah menagih balasan.”
Teduhnya adalah rahmat
Yang sering dianggap sekadar bayangan biasa
Ia mengingat doa manusia yang dahulu sering
Dipanjatkan di bawah rindangnya
Doa yang kini jarang singgah
Karena manusia lebih akrab
Dengan layar ketimbang langit
Ketika pohon bicara
Suaranya seperti tangis yang ditahan lama
Ia bercerita tentang daun-daun
Yang gugur bukan karena usia
Melainkan karena jarak manusia
Dengan alam semakin menjauh
Ia bertanya lirih,
“Masihkah kalian percaya
Bahwa aku dicipta bukan sia-sia?”
“Masihkah kalian sadar
Bahwa bayangku adalah pelajaran
Tentang perlindungan dari Tuhan
Yang tak pernah kehabisan cara menjaga?”
Satu ranting patah
Dan dunia seakan diberi tanda kecil
Yang tak disadari siapa pun
Satu batang tumbang
Dan bumi seperti kehilangan satu paragraf
Dari kitab panjang kebijaksanaan
Ketika pohon bicara
Ia tidak mengutuk, tidak menuntut
Ia hanya berharap manusia
Belajar kembali mendengar
Bukan dengan telinga
Melainkan dengan jiwa yang pernah lembut
Sebelum menjadi keras oleh ambisi
Ia berpesan,
“Jika suatu hari kalian ingin pulang
Dari riuh dunia yang tak henti bergemuruh,
Datanglah kepadaku.
Aku tak punya pintu,
Tapi aku selalu membuka diri.”
Dan pada akhirnya
Pohon mengangkat cabangnya ke langit
Seperti tangan yang berdoa
Mengharap bumi tetap dapat dihuni
Oleh anak cucu yang semoga lebih bijak
Dalam memeluk ciptaan-Nya
Sebab ketika pohon bicara
Sesungguhnya yang berbicara adalah Tuhan
Melalui makhluk-Nya yang paling sabar
Dan barangkali
Kita sudah terlalu lama terlambat
Untuk benar-benar mendengar
(Toboali, 12 Desember 2025)
*Ahmad Gusairi, penulis puisi adalah seorang pengajar di SMAN 1 Toboali, Bangka Selatan. Anggota Satu Pena Bangka Belitung. ***