Catatan Denny JA: Mengapa Semakin Penting Agama Bagi Populasi di Suatu Negara, Semakin Tinggi Korupsi di Negara Itu?
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 04 Maret 2025 19:30 WIB

Tentu saya tidak memulai dari nol. Saya melanjutkan jejak Pippa Norris dan Ronald Inglehart (2004), yang membuktikan bahwa semakin tidak aman sebuah negara, semakin tinggi tingkat religiositasnya.
Tapi saya melangkah lebih jauh mencari tahu bagaimana religiositas kolektif berkorelasi dengan tingkat korupsi negara.
Keuntungan besar zaman ini adalah hadirnya ekosistem data global. Jika dulu Weber hanya bisa meneliti Protestanisme di Eropa, kini tersedia dataset luas dari Gallup Poll dan CPI Transparency International.
Saya hanya mengolahnya dengan uji statistik: Korelasi Pearson, One-Way ANOVA, hingga Games-Howell, setelah merumuskan dulu perspektifnya.
Dan hasilnya mencengangkan. Angka -0,604 menunjukkan korelasi negatif yang kuat: semakin penting agama dalam suatu masyarakat, semakin buruk integritas pemerintahannya.
Paradoks ini bukan sekadar kritik terhadap agama. Ia adalah peringatan bahwa agama yang dilembagakan tanpa sistem hukum yang kuat bisa menjadi alat legitimasi bagi korupsi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini
Di era AI, bukan lagi jumlah doa yang menentukan bersihnya negeri, tetapi sistem yang membuat kejahatan tak punya tempat untuk bersembunyi.
Hasil riset ini menjadi prinsip pertama dari teori yang terdiri dari tujuh prinsip turunannya.
Bunyinya: Penting atau tidaknya agama bagi masyarakatnya tidak otomatis membuat pemerintahan negara itu bersih.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho
Di era modern, yang lebih menentukan adalah check and balances, saling mengontrol kelembagaan modern, dan penegakan hukumnya, bukan penting atau tidaknya agama bagi masyarakatnya.