DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Mengapa Semakin Penting Agama Bagi Populasi di Suatu Negara, Semakin Tinggi Korupsi di Negara Itu?

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Sebaliknya, di negara-negara dengan religiositas tinggi, pejabat dapat mengandalkan loyalitas sektarian atau jubah kesalehan untuk berlindung dari keadilan.

Korelasi antara religiositas dan korupsi bukanlah indikasi bahwa agama itu sendiri menyebabkan korupsi. Namun, ketika agama menjadi instrumen kekuasaan tanpa sistem hukum yang kuat, ia kehilangan perannya sebagai benteng moralitas.

Di dunia modern, iman saja tidak cukup untuk memastikan pemerintahan yang bersih. Yang lebih menentukan bukan seberapa sering pemimpin berdoa, tetapi seberapa ketat sistem yang mencegah mereka menyalahgunakan wewenang.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Diperlukan Teori Baru Sosiologi Tentang Agama dan Spiritualitas di Era Artificial Intelligence?

Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah masyarakat harus lebih religius atau tidak. Tetapi, apakah mereka memiliki institusi yang cukup kuat untuk memastikan bahwa moralitas tidak bergantung pada niat baik individu. Moralitas harus dikawal oleh aturan yang tak bisa ditawar.

Apakah era AI dapat mengubah kecenderungan itu, korelasi antara penting dan tidaknya agama dengan tingkat korupsi?
Di era digital, AI menjadi mata yang tak terpejam dan akal yang tak bisa disuap. 

Jika korupsi bersembunyi di balik doa dan simbol, AI membongkar kemunafikan dengan data dan algoritma.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Perempuan Menjadi Nahkoda Kapalnya Sendiri, 89 Tahun NH Dini

Di negara dengan religiositas tinggi tetapi korupsi merajalela, AI dapat mengungkap pola aliran dana yang mencurigakan, membandingkan retorika moral dengan transaksi nyata. 

Ia menganalisis jutaan dokumen dalam hitungan detik, menelusuri jejak digital yang tak bisa dihapus dengan sumpah atau fatwa.

Namun, sebagaimana agama bisa digunakan untuk menutupi korupsi, AI juga bisa diperalat untuk melindungi kepentingan tertentu. Tanpa kebijakan yang berpihak pada transparansi, AI bisa menjadi alat penjaga oligarki, bukan penegak keadilan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

Maka, AI bukan sekadar teknologi. Ia adalah cermin bagi nurani kita. Apakah kita siap menggunakan kecerdasan buatan untuk membersihkan dunia nyata, atau hanya untuk mempercantik kebohongan dengan data?

Halaman:

Berita Terkait