Catatan Denny JA: Merekam Sejarah Melalui Puisi Esai
- Sabtu, 08 Februari 2025 12:27 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/08/20250208124111IMG-20250208-WA0001_copy_800x450.jpg)
“Mereka yang tidak mengingat masa lalu, akan dikutuk untuk mengulanginya.” (George Santayana)
ORBITINDONESIA.COM - Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu. Ia adalah peringatan, cermin yang memantulkan wajah kita hari ini.
Kita mengingat bukan hanya untuk mengenang, tetapi untuk bertanya: Apakah kita telah bergerak maju, atau justru berjalan dalam lingkaran?
Puisi esai adalah cara unik untuk menyelami sejarah. Ia bukan sekadar puisi, tapi menampilkan fakta. Ia bukan sekadar fakta, tetapi juga menghidupkan perasaan yang menyertai setiap peristiwa, dengan tambahan fiksi.1
Ia memberi kita kesempatan bukan hanya untuk membaca sejarah, tetapi untuk merasakannya.
Buku ini adalah dokumentasi ulang kisah 15 tokoh pergerakan Indonesia. Bagaimana suasana batin saat itu, mulai dari berdirinya Budi Utomo, Serikat Dagang Islam, hingga dilema RA Kartini, sang pejuang emansipasi wanita, tetapi akhirnya bersedia menjadi istri keempat seorang bupati.
Bagaimana perasaan HOS Tjokroaminoto ketika muridnya sendiri memecah Serikat Islam menjadi putih versus merah? Malahayati, lebih awal dari perempuan mana pun, memimpin sendiri perang melawan penjajah dengan mengerahkan 2.000 janda.
-000-
Di bawah ini sedikit dianalisis puisi esai atas empat tokoh saja, hanya sebagai percontohan.
Kita bertemu dengan konteks sosial yang melahirkan Mohammad Hatta, Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, dan Sutan Sjahrir. Mereka adalah nama-nama besar dalam perjalanan bangsa ini.