Catatan Denny JA: Merekam Sejarah Melalui Puisi Esai
- Sabtu, 08 Februari 2025 12:27 WIB
![image](https://img.orbitindonesia.com/2025/02/08/20250208124111IMG-20250208-WA0001_copy_800x450.jpg)
Tetapi, di tahun 2025, pertanyaannya bukan hanya tentang siapa mereka, melainkan apakah api perjuangan mereka masih menyala? Ataukah kita hanya hidup dalam bayangan sejarah yang perlahan memudar?
Puisi esai tentang Mohammad Hatta berjudul: Mohammad Hatta dan Korupsi yang Menggila.
Hatta muda datang ke Rotterdam dengan satu keyakinan: bahwa bangsa ini harus bebas, bukan hanya dari penjajahan, tetapi juga dari ketidakadilan yang merayap pelan.
Ia membaca, menulis, dan berdebat, membawa gagasan bahwa pemimpin sejati bukan hanya yang berkuasa, tetapi yang menjaga moralitasnya.
Bukan hanya Indonesia merdeka yang menjadi obsesinya, tapi juga pemimpin yang amanah dan jujur.
Saat itu, Hatta sudah menjadi wakil presiden. Ia akan mengunjungi ibunya. Ia disediakan mobil negara untuk keperluan itu.
Tapi Hatta menolak. Jangan pakai fasilitas negara untuk urusan pribadi.
“Pakai saja mobil teman,” katanya.
Penolakan kecil ini menggambarkan prinsip yang besar. Hatta memahami bahwa korupsi tidak dimulai dengan pencurian dalam jumlah besar, tetapi dengan kebiasaan kecil yang lama-lama dianggap wajar.
Dalam puisi esai, hal di atas diungkapkan melalui bait ini: