Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 19 Februari 2025 09:59 WIB

ORBITINDONESIA.COM - “Aku berkaca di bening air kolam
Kulihat wajahku berubah jadi wajah bunglon
Dengan lidah yang selalu menjulur dan menjilat-jilat.”
(Isti Nugroho, Monolog Penumpang Gelap Reformasi)
Di setiap revolusi, selalu ada penumpang gelap. Mereka tidak berkeringat dalam perjuangan, tetapi dengan lincah menyelinap saat kemenangan tiba.
Mereka memakai topeng, menari sesuai irama, dan menghisap sari perjuangan seperti parasit yang tahu kapan harus menempel dan kapan harus melompat.
Puisi esai Monolog Penumpang Gelap Reformasi karya Isti Nugroho menyibak sisi kelam sebuah era pasca-perjuangan. Reformasi 1998 mengguncang Indonesia, membuka gerbang demokrasi, tetapi juga melahirkan para bunglon politik.
Mereka yang dulu diam di balik layar, tiba-tiba tampil sebagai tokoh perubahan. Mereka yang tidak pernah menciptakan sejarah, malah menulis ulang sejarah dengan nama mereka di dalamnya.
Lakon dalam puisi ini bukan pahlawan. Ia bukan aktivis yang dipenjara, bukan mahasiswa yang berdarah di jalanan, bukan intelektual yang membangun narasi perubahan.
Ia adalah oportunis yang dengan cerdas memainkan peran, menipu publik dengan citra, dan akhirnya menghisap hasil reformasi. Di setiap perubahan besar, ia selalu ada. Ia bukan pemimpin, bukan pengikut, tetapi predator peluang.