Cerpen Rusmin Sopian: Hidayah dari Anak-anak Dermaga
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 26 Januari 2025 08:32 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Hembusan angin laut dini hari itu menusuk hingga ke tulang sumsum. Suasana di pelabuhan masih terlihat ramai. Para pelintas dari Jawa dan Sumatra serta sebaliknya saling bertemu. Wajah mereka saling bertatapan dengan langkah kaki penuh ketergesa-gesaan.
Sementara di dermaga beberapa kapal datang silih berganti menyambut kehadiran para pelintas yang akan diantarkan menuju tujuan.
Beberapa anak-anak kecil tampak berenang dengan suka cita di atas air laut. Mereka saling berkejaran di tepi dermaga. Di sela-sela parkirnya kapal-kapal bertonase besar.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Buku dari Bangka Selatan untuk Nusantara
Mereka tampak asyik beraktivitas di laut yang dini hari itu tampak tenang ombaknya. Hanya deru angin yang terkesan angker dengan hembusannya yang menembus tulang belulang.
"Pak lempar uangnya. Dan lihat kami mencarinya dengan menyelam," kata seorang anak kepada lelaki setengah baya yang tampak asyik menyaksikan aksi para anak-anak kecil itu dari atas kapal.
"Iya, Pak. Bapak bisa lihat teman kami yang di berada di air sana bisa mengambilnya dengan cara menyelam," sela temannya.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Kebangkitan Kebermajuan
Lelaki setengah baya itu tampak tersenyum. Sementara wajahnya menampakkan sebuah kegalauan.
Seketika, lelaki setengah itu langsung menyodorkan beberapa lembaran yang bernilai kepada anak yang bertelanjang dada yang berada di dekatnya.
"Maaf Pak. Kami tak bisa menerima secara langsung seperti ini. Kami bisa menerimanya kalau uang itu Bapak lemparkan ke dalam air," jawab sang anak kecil itu.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Matkuteng, Penjagal dari Kampung Selatan
Lelaki setengah baya itu terdiam. Menelan ludah. Dadanya terguncang. Nuraninya seolah tertikam atas jawaban anak kecil itu. Mukanya tampak memerah.
"Kami tak terbiasa menerima uang tanpa bekerja. Itu pesan orang tua kami," lanjut anak kecil itu.
Dan kembali lelaki setengah baya itu tertampar wajahnya.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Ada Cerita Palsu dari Mulut Palsu Penutur Palsu
Dan dari dalam tas kecilnya lelaki setengah baya lalu melemparkan segepok uang yang harganya cukup untuk membayar uang sekolah anak kecil tadi. Bahkan bisa membeli sepeda motor bekas untuk mengantar mereka ke sekolah.
Terlihat olehnya para anak-anak kecil itu langsung berenang menuju gepokan uang yang dilemparkannya ke dalam air. Terlihat keriangan dari wajah-wajah anak-anak itu saat mereka berenang mengejar gepokan uang yang dilemparkannya.
Dalam seminggu ini kehebohan muncrat di kantor pimpinan desa. Penyebabnya perilaku kepala desa yang mulai menanyakan asal usul uang yang diterimanya.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Kisah dari Koran Bekas
"Heran sekali aku. Kok tiba-tiba Pak Kades menanyakan asal uang yang diberikan kepadanya," keluh seorang pegawai.
"Iya. Aku juga heran. Biasanya kan buldozer. Sikat habis," sambung pegawai lainnya.
"Kalian ini ada-ada saja. Pak Kades menanyakan asal usul uang malah bertanya-tanya," jawab seorang pegawai lainnya.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Amanah Publik untuk Kesejahteraan Publik
"Bapak kan tahu bagaimana sikap Pak Kades selama ini. Sikat habis kalau soal uang. Tak ada kompromi," celetuk pegawai itu.
"Manusia kan bisa berubah. Tak terkecuali Pak Kades," jelas pegawai lain.
Semua pegawai yang berada dalam ruangan terdiam. Hanya deru angin yang berbisik. Semilir tiupannya menyelinap lewat celah ruangan Kantor.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Robohnya Rumah Pejuang
Perilaku Pak Kades yang mulai membatasi menerima dana menular ke masyarakat. Menjadi trending topik di ruang publik. Semua orang membicarakan perilaku Pak Kades. Ada rasa keheranan di otak kecil mereka.
"Saya heran. Pak Kades mulai selektif menerima dana yang diberikan kepadanya," kata seorang warga.
"Saya dengar juga begitu. Ada apa ya?" tanya seorang warga.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Perempuan Kiriman Tuhan
"Pak Kades mulai menyadari bahwa tidak semua dana yang diberikan kepadanya adalah haknya," jawab Pak Sekdes. "Dan perilaku ini wajib diteladani," lanjut Pak Sekdes.
Para warga yang sedang membincangkan soal perilaku baru Pak Kades pun terdiam. Membisu.
Siang itu, saat matahari berada di atas kepala, di ruangannya, Pak Kades tampak asyik bercerita dengan dengan beberapa tokoh agama Desa. Obrolannya soal seputar sesuatu yang bukan hak miliknya.
Baca Juga: Puisi Hendraone Basel: Bias Otoritas
"Saya mulai menyadari, bahwa tidak semua hal adalah milik kita. Walaupun kita ini pemimpin. Saya kini mulai paham," ujar Pak Kades.
"Alhamdulillah Pak Kades. Kami senang mendengarnya," jawab sesepuh Desa.
"Dan kami bangga dengan Pak Kades yang kini mulai membatasi untuk menerima sesuatu yang bukan hak Pak Kades. Dan semoga ini menjadi trend dikalangan para pemimpin kita," celetuk tokoh agama desa lainnya yang langsung diamini para tokoh agama yang hadir diruangan Pak Kades.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Karma
"Ngomong-ngomong Pak Kades. Siapa yang memberi inspirasi atas semua hidayah ini Pak Kades?\" tanya salah seorang yang hadir.
"Anak-anak di dermaga," jawab Pak Kades.
Semua terdiam. Mereka saling berpandangan. Seketika ruangan Pak Kades hening. Detak jarum jam di dinding pun seolah terhenti sesaat. Semilir angin yang datang lewat celah ruangan kantor membelai nurani mereka.
Baca Juga: Hendrajit tentang Novel Haruki Murakami, "Tsukuru Tazaki Tanpa Warna dan Tahun Ziarahnya"
"Anak-anak dermaga itu telah memberikan saya banyak pelajaran hidup dan tentang kehidupan bahwa kalau kita ingin mendapatkan sesuatu maka kita harus berusaha dan jangan mengharapkan belas kasihan orang," lanjut Pak Kades.
"Dan yang paling penting," lanjut Pak Kades. "Kita jangan menikmati sesuatu tanpa berusaha. Dan tidak perlu mengambil sesuatu yang bukan hak kita," sambungnya.
Sementara di dermaga pelabuhan, anak-anak kecil itu masih terus beraktivitas mencari rupiah demi rupiah dengan caranya sendiri. Menyelam.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Aku Manusia Enam Setengah Tahun
Kokohnya dermaga itu menjadi bukti bahwa kekokohan jiwa mereka dalam mencari hidup dan kehidupan dengan cara yang benar telah terpupuk sejak dini. Sejak masih kanak-kanak.
Suara sirene kapal berbunyi sebagai tanda kapal akan berangkat. Anak-anak kecil itu masih berada disitu menunggu keberangkatan kapal berikutnya untuk mengais lembaran rupiah dengan cara mereka.
Ya.. Anak-anak Dermaga itu mencari kehidupan dengan cara mereka. Menyelam.
Baca Juga: Puisi Hendrawan Basel: Rintik di Kota Kecil
Toboali, Januari 2025
*Rusmin Sopian adalah Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kabupaten Bangka Selatan. Rusmin Sopian dikenal pula sebagai pegiat literasi Toboali Bangka Selatan dan penulis beberapa buku. Cerpennya termuat di berbagai media lokal dan luar Bangka Belitung. Saat ini tinggal di Kampung Aik Aceng Kota Toboali bersama istri dan dua putrinya yang cantik.***