ORBITINDONESIA.COM - Jelang fajar mata dibelalakkan
Hilir udara dingin menusuk tulang
Basuh muka tanda menyapa hari
Diam sejenak menatap diri kearah cermin
Menjamin mimpi tak ada bekas
Teko kecil memanggil diri
Seolah perjanjian tiada henti
Fajar belum dimulai namun secangkir kopi meminta diseduh
Seremoni fajar berlangsung hingga adzan subuh memanggil
Tunaikan niat melangkahkan kaki kearah pintu keluar menuju pintu masuk
Baca Juga: Puisi Denny JA: Mereka Tak Terima Keyakinan yang Diberi Orangtuaku
Gelap menyapa dijawab keindahan cahaya malu sabit diatas langit
Tertabur pernak pernik cahaya butiran kecil saling berjauhan dalam selimut hitam cakrawala
Bulir-bulir embun di permukaan dedaunan pun ikut memberikan nuansa indah dalam pesona fajar
Subuh berlalu hanya sejenak direnggut pagi yang tak sabar
Dunia yang congkak mulai memberi isyarat
Mengoyak tirai fajar dengan kuku cahaya pagi
Tuan-tuan dan nyonya-nyonya terlepas lelap namun tak rela tinggalkan mimpi
Karena mimpi tidak dapat dibagi
Tidak dapat dibagi
Baca Juga: Puisi Ahmad Gusairi: Lukisan di Kanvas Waktu
Tuan-tuan dan nyonya-nyonya nyata hari ini hari yang pasti
Tidak ada waktu untuk menyeduh dengan santai minuman serta hangatnya sarapan
Fajar dan pagi mungkin estafet waktu
Hanya sepertiga bagian dari hari
Namun fatamorgana siang selalu mengusik pagi
Sehingga terkadang fajar harus melemparkan tongkat estafet ke pagi
Meskipun dingin fajar mengusik tubuh
Dan hangat pagi menyalakan semangat
Namun tetaplah dunia sesaat dan akhirat kekal selamanya
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Anakku Kecanduan Internet
Basel, Desember 2024 ***