In Memoriam Ignes Kleden: Ikhtiar Mengintegrasikan Puisi ke Dalam Gerakan Sosial
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 22 Januari 2024 19:01 WIB
Akan tetapi gerakan sosial adalah suatu hal dan Gerakan puisi adalah hal lain. Mengutip Chairil Anwar, keduanya harus dicatet/ keduanya dapat tempat (sajak “Catetan Th. 1946”) (11).
Namun demi kian, penggunaan format puisi untuk menjadi wadah bagi suatu amanat sosial mem persyaratkan terpenuhinya dua hal secara serentak, yaitu otentisitas masalah sosial yang dibicarakan, dan otentisitas puisi yang meng ekspresikannya.
Kritik terhadap penggunaan puisi hanya sebagai sarana komunikasi sudah mendapat pembahasan kritis berulang kali, khususnya terhadap misi yang dicanangkan oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam sajak-sajak pendidikannya, dan tidak perlu diulang kaji di sini.
Apa pun soalnya, percobaan yang dilakukan Denny JA selayaknya mendapat apresiasi kita, karena tidaklah mustahil bahwa usaha ini akan menarik atau mendorong percobaan yang bakal dilakukan oleh penulis dan penyair lainnya, yang bisa saja menghasilkan suatu pencapaian lain, yang tidak terbayangkan sebelum ini, sementara pencapaian ini telah dibukakan jalannya oleh sajak-sajak Panjang Denny JA.
IV
Sajak-sajak sosial bukanlah gejala baru dalam puisi Indonesia. Ini mudah dipahami, karena hati yang peka menangkap pesan dari angin yang bertiup, atau mendengar kisah sepanjang masa dari ombak yang mendebur tengah malam, niscaya tak mungkin tak tergerak menyaksikan penderitaan orang lain, atau melihat bagaimana manusia terbagi ke dalam kelas-kelas sosial yang saling menjauhi.
Demikianlah penyair Ajip Rosidi memandang masyarakat selalu terbelah dua, juga dengan nasib yang terbelah dua.
Di bawah langit yang sama/
manusia macam dua: Yang diperah/
dan setiap saat mesti rela/