In Memoriam Ignes Kleden: Ikhtiar Mengintegrasikan Puisi ke Dalam Gerakan Sosial
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 22 Januari 2024 19:01 WIB
Dugaan saya, dalam percobaan yang mungkin dilakukan oleh penyair lain yang menulis puisi esai, akan terlihat nanti, segi mana yang lebih menjadi perhatian masing-masing dari mereka, sesuai dengan kecenderungan pribadi, perhatian dan latar belakang budaya dan pendidikan serta keterlibatan sosial dan pengalaman literer.
Bagaimana pun hal nya, ternyata selalu ada prakarsa baru dalam kebudayaan dan kesadaran sosial, yang membuka suatu cakrawala untuk pengembangan kreativitas, baik kreativitas literer maupun kreativitas sosial politik, yang menandai harapan bahwa kehidupan bangsa ini tetap berdenyut, sekali pun ada demikian banyak bencana alam dan prahara politik yang menimpa saat ini.
Ada dua hal dalam kesenian, dan dalam sastra khususnya, yang sebaiknya dibedakan, meskipun beberapa penyair yang kuat dapat mempersatukannya dalam sekali hentakan.
Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo atau Afrizal Malna adalah penyair yang menghasilkan puisi dengan kualitas yang bisa dikenang sekalipun mereka bukanlah pembaharu dalam puisi Indonesia.
Chairil adalah pembaharu dengan sajak-sajak yang tetap mengilhami sampai sekarang, dan tradisi persajakannya membuka jalur yang diikuti banyak penyair hingga saat ini. Akan tetapi Sutardji Calzoum Bachri adalah penyair yang orisinal dan sedikit banyaknya pembaharu dalam puisi Indonesia, meskipun tidak mempunyai banyak pengikut yang menulis dalam tradisi yang dicoba dirintisnya.
Bagi perkembangan sastra Indonesia, kita mengharapkan lebih banyak penyair muda yang sebaiknya tampil dengan bentuk ekspresi yang orisinal, tanpa terlalu berambisi menjadi pembaharu atau bukan pembaharu.
Pramoedya menulis novel dengan cara yang sangat konvensional, dan tak ada kegenitan untuk pembaruan apa pun, tetapi karya-karyanya telah menarik perhatian para kritikus sastra dunia hingga saat ini, dan tak kurang-kurangnya merebut peminat di kalangan pembaca muda di tanah air kita.
Ini artinya suatu gerakan sosial dan generasi puisi tidak selalu berkoinsidensi dalam satu angkatan yang sama.
Saya merasa minimnya perhatian pemerintah terhadap masalah sosial, dan semakin tumpulnya sensitivitas sosial di kalangan masyarakat sipil di Indonesia, telah menimbulkan countervailing movement dalam gerakan sosial yang memusatkan perhatian dan energinya pada penyelesaian masalah-masalah sosial, sebagaimana terlihat dalam lima puisi esai yang ada dalam kumpulan sajak ini.
Ini saja merupakan suatu hal yang sepatutnya diterima dan didukung karena menjadi bukti bahwa baik kepekaan maupun kreativitas sosial-politik di Indonesia tetap hidup subur, dan memberi warna kepada perubahan sosial akibat adanya ikhtiar menarik perhatian publik kepada penyelesaian masalah-masalah sosial tersebut.