DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Ketika Puisi, dan Apapun, tak Pernah Cukup, Lalu Mengapa Lahir Puisi Esai

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Apakah Ia Punya Roh?

Ini pertanyaan terdalam, dan paling sulit dijawab. Sebab roh bukan sesuatu yang bisa ditakar dengan teori atau angka.

Genre yang punya roh bisa lahir dari siapa pun. Bisa sederhana bentuknya. Tapi ketika dibaca, ditonton, atau didengar—ia mengguncang.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menunggu Hasil Perang Melawan Korupsi Ala Presiden Prabowo Subianto

“Aku membaca dan aku menangis.”

“Aku menonton dan merasa dilahirkan ulang.”

“Aku mendengar dan merasa tak lagi sendiri.”

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Puisi Menjadi Saksi Zaman

Itulah tanda-tanda roh sedang bekerja.

Genre yang hidup bukan sekadar produk estetik. Ia adalah pengalaman eksistensial. Ia bukan sekadar bentuk baru, tapi bentuk yang menemukan jiwa-jiwa baru.

Kita bisa memalsukan teknik. Kita bisa memalsukan bentuk. Tapi kita tak bisa memalsukan roh. Ia muncul dari kejujuran terdalam, dari pengalaman manusia yang tak bisa ditutupi.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah dan Makna Melalui Lukisan

Sebuah genre hidup bukan karena ia hebat di atas kertas. Tapi karena ia mampu masuk ke hati. Ia menjawab kebutuhan zaman, mengundang penafsiran, dan—yang paling sulit—ia hidup di dalam roh manusia.

Halaman:

Berita Terkait