Catatan Denny JA: Ketika Puisi, dan Apapun, tak Pernah Cukup, Lalu Mengapa Lahir Puisi Esai
- Penulis : Krista Riyanto
- Kamis, 29 Mei 2025 06:51 WIB

Ia menyebut Amanda Gorman yang menyentuh hati Amerika lewat puisi. Ia mengingat Wiji Thukul, Rendra, dan Chairil Anwar. Penyair-penyair yang mengguncang zaman. Puisi mereka menggugah, membakar, dan menginspirasi.
Namun, tulis Okky, Denny JA dengan kegelisahannya menjawab:
Puisi masih terlalu sempit. Terlalu elitis. Terlalu lambat menggapai publik luas.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menunggu Hasil Perang Melawan Korupsi Ala Presiden Prabowo Subianto
Lalu lahirlah puisi esai—gabungan antara puisi, esai, catatan kaki, dan keprihatinan sosial.
Buku ini memuat sepuluh telaah kritis atas puisi esai. Disusun oleh para akademisi, jurnalis, penyair, dan peneliti. Nama-nama penting seperti Okky Madasari, Ghufroni An’ars, Darmawati Majid, Achmad San, dan lainnya hadir di dalamnya.
Buku ini terbagi dua bagian:
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Puisi Menjadi Saksi Zaman
1. Menelaah bentuk puisi esai: hubungannya dengan puisi mantra, puisi mbeling, hingga puisi-puisi Chairil.
2. Mengeksplorasi tema sosial: kekerasan terhadap perempuan, LGBTQ, tragedi 1965, dan isu-isu sosial lain.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah dan Makna Melalui Lukisan
Tiga esai saya ringkas di sini sebagai cermin dari kekayaan buku ini.