DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Ketika Puisi, dan Apapun, tak Pernah Cukup, Lalu Mengapa Lahir Puisi Esai

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Dari Epic of Gilgamesh (ca. 2100 SM) hingga The Tale of Genji, dari drama Yunani hingga opera, dari puisi epik hingga puisi esai—semuanya lahir karena bentuk lama dianggap para kreatornya tak mampu menampung gelombang zaman baru².

Begitulah:

*Iliad digantikan oleh War and Peace.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menunggu Hasil Perang Melawan Korupsi Ala Presiden Prabowo Subianto

*Mozart melahirkan opera. Broadway menciptakan musikal rakyat.

Puisi esai tidak datang untuk membunuh puisi. Ia datang karena bagi kreatornya ada jerit zaman yang belum terjawab. Ia hadir sebagai jembatan baru.

Tapi apa yang membuat sebuah genre hidup? Tak semua bentuk seni yang baru bertahan melewati waktu.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Puisi Menjadi Saksi Zaman

Ada bentuk yang lahir dengan gegap gempita, tapi menguap dalam senyap. Ada pula yang datang perlahan, nyaris tak terdengar, namun kemudian mengakar dalam jiwa banyak manusia.

Lalu, apa yang membuat sebuah genre benar-benar hidup? Apa yang membedakannya dari sekadar gaya sesaat?

Tiga hal ini yang menjadi pembeda.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah dan Makna Melalui Lukisan

Apakah Ia Menjawab Rasa Zaman?

Halaman:

Berita Terkait