Inilah Pengantar Buku Imam Qalyubi “Analisis Semiotik, Linguistik dan Intertekstualitas Terhadap 15 Puisi Esai Denny JA”
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 26 Maret 2025 13:52 WIB

Dengan pendekatan intertekstual, semiotik, dan linguistik, Imam Qalyubi membuka jendela baru pada puisi ini.
Ia menunjukkan bahwa “Derita Saijah dan Adinda” bukan hanya puisi. Ia adalah sejarah yang menangis, cinta yang gagal tumbuh, dan kemerdekaan yang disiram oleh darah para martir.
Dalam sunyi pembacaannya, Imam membisikkan satu hal: setiap puisi besar menyimpan luka kolektif bangsanya. Dan tugas kritik sastra adalah menyentuh luka itu, perlahan, dengan pemahaman dan cinta.
-000-
Puisi tak pernah hadir hanya sebagai kata. Ia datang sebagai bisikan dari ruang terdalam, dari luka yang tak sempat dikatakan, dari cinta yang tak sempat diungkapkan.
Namun tak semua pembaca mampu menangkap napas sunyi di balik larik. Maka, di sinilah kritik sastra hadir, bukan sebagai hakim, tapi sebagai penyambung makna.
Ia menyalakan pelita ketika puisi terlalu remang. Ia mengantar pembaca menyeberangi jembatan antara teks dan kehidupan.
Ada setidaknya tiga alasan mendasar mengapa kritik sastra, khususnya yang mendekati puisi dengan cermat dan cinta, membantu kita memahami puisi secara lebih mendalam. Bahkan kita menjadikan puisi jendela ke realitas yang lebih luas.
Pertama: Kritik sastra membongkar simbol yang tersembunyi
Baca Juga: Menyelam ke Dalam Diri: Pengantar Buku 71 Lukisan Tentang Renungan Jalaluddin Rumi dari Denny JA
Puisi bekerja seperti mimpi: ia berbicara dengan simbol, bukan pernyataan. Kata “bunga” bisa berarti cinta, kematian, atau keheningan tergantung siapa yang menulis dan kapan ia ditulis.