DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Hak Asasi Manusia Sebagai Filter Tafsir Agama Era Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Kekosongan Sosiologi Agama di Era AI (7)

ORBITINDONESIA.COM - Tahun 1633. Galileo Galilei berdiri di hadapan pengadilan Gereja Katolik Roma. Ia dipaksa menyangkal temuannya bahwa bumi mengelilingi matahari.

Para pemuka agama, berpegang teguh pada tafsir kitab suci, menolak temuan Galileo. Namun, tiga abad kemudian, Vatikan merehabilitasi nama Galileo. Kebenaran yang semula dianggap sesat akhirnya diterima sebagai fakta.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

Sejarah terus berulang

Dulu, perbudakan dilegitimasi oleh teks keagamaan. Kini, perbudakan dipandang sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dulu, perempuan dikekang atas nama ajaran suci. Kini, perempuan bisa memimpin komunitas religius.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

Dulu, identitas LGBTQ+ dikutuk dengan dalih doktrin ketuhanan. Kini, semakin banyak pemuka agama menyerukan penerimaan dan kasih. (1)

Setiap zaman memiliki tafsirnya sendiri. Setiap keyakinan, betapapun dianggap sakral, selalu mengalami pergolakan.

Kini, kita memasuki era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Tantangan baru pun muncul: tafsir mana yang akan bertahan di masa depan?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Khotbah Filsafat Hidup Lewat Lagu, Inspirasi Film Bob Dylan A Complete Unknown (2024)

-000-

Halaman:

Berita Terkait