Inilah Pengantar Buku Imam Qalyubi “Analisis Semiotik, Linguistik dan Intertekstualitas Terhadap 15 Puisi Esai Denny JA”
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 26 Maret 2025 13:52 WIB

Puisi yang agung tidak hanya berbicara tentang dirinya. Ia memantulkan dunia. Kritik sastra, terutama yang bersandar pada pemikiran seperti Foucault atau Kristeva, mengungkap bagaimana puisi memuat relasi kuasa, trauma kolektif, bahkan represi budaya.
Ketika penyair menulis tentang “tanah yang berdarah,” ia tidak bicara soal bumi semata. Ia bicara tentang bangsa, penjajahan, atau mungkin rumah yang hancur oleh perang.
Namun, kritik sastra tidak hanya menjadi alat untuk memahami puisi; ia adalah cermin bagi peradaban.
Melalui kritik, kita tidak hanya membaca karya, tetapi juga menelusuri jejak sejarah, budaya, dan psikologi kolektif yang membentuknya.
Dalam setiap simbol yang dibongkar, kita menemukan bukan hanya makna puisi, tetapi juga potret diri kita sebagai bangsa, dengan luka, harapan, dan perjuangan yang terus hidup di dalam kata.”
Kritik sastra membuka pintu agar pembaca tidak hanya menangkap bunyi, tapi juga jerit yang disembunyikan dalam diam.
Pada akhirnya, kritik sastra bukan hanya alat membaca. Ia adalah seni mendengarkan. Ia membantu kita mencintai puisi lebih dalam.
Ia mengajak kita berhenti sejenak, duduk dalam sunyi larik, dan bertanya: Apa yang sebenarnya ingin disampaikan kata-kata ini?
Dan mungkin, lewat itu, kita akhirnya tidak hanya memahami puisi. Tapi juga diri kita sendiri.***
Baca Juga: Menyelam ke Dalam Diri: Pengantar Buku 71 Lukisan Tentang Renungan Jalaluddin Rumi dari Denny JA
Jakarta, 25 Maret 2025