DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Peta Jalan Agama di Zaman Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Kekosongan Teori Sosiologi Agama di Era Artificial Intelligence (9)

ORBITINDONESIA.COM - Tahun 1831, seorang pemuda berusia 22 tahun berlayar dari Inggris dengan kapal HMS Beagle. Ia berangkat dalam ekspedisi lima tahun mengelilingi dunia.

Di pulau-pulau Galapagos, ia mengamati burung finch memiliki paruh yang berbeda-beda, tergantung pada makanan di habitatnya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama yang Berdampingan dengan Positive Psychology dan Neuroscience

Pengamatan sederhana ini, bertahun-tahun kemudian, melahirkan sebuah teori yang mengguncang dunia: teori evolusi oleh seleksi alam.

Pemuda itu adalah Charles Darwin. Sebelum Darwin, manusia memandang kehidupan sebagai sesuatu yang statis.

Namun, Darwin menunjukkan kehidupan itu berkembang, berubah, dan beradaptasi seiring waktu. Teorinya tidak hanya menjelaskan masa lalu tetapi juga membuka cara pandang baru untuk melihat masa depan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence

Sejarah menunjukkan ketika zaman berubah, ada pemikir yang mencari polanya. Mereka menangkap kompleksitas, menyederhanakannya, dan menjadikannya teori.

Teori ini bukan hanya refleksi masa lalu, tetapi juga peta jalan bagi masa depan.

Begitulah yang terjadi dalam agama. Ketika zaman berubah, agama pun berevolusi. Setiap era melahirkan pemikir yang menata ulang pemahaman keagamaan agar tetap relevan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama

Kini, sekali lagi kita berada di titik perubahan besar: era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Teknologi ini bukan sekadar alat, tetapi juga mengubah cara manusia berpikir, beragama, dan mencari makna hidup.

Halaman:

Berita Terkait