DECEMBER 9, 2022
Kolom

Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra: Pengantar Denny JA Untuk Buku Puisi Esai Yang Menggigil Dalam Arus Sejarah

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Tanah di antara kami adalah kuburan terbuka,
tempat harapan lenyap,
lebih cepat daripada peluru.

Namun malam itu, seseorang melangkah.

Aku tidak tahu siapa yang pertama kali keluar.
Mungkin dia dari pihak kami, mungkin dari pihak mereka.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence

Tapi yang pasti, aku menyusul.

Tanpa helm, tanpa senjata,
hanya dengan hati yang berdebar,
dan tangan yang rindu menjabat tangan lain,
bukan untuk bertarung, tetapi untuk mengenal.

Kami berdiri, berhadapan,
tanpa tembok, tanpa parit.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama

Seorang pemuda Inggris menyodorkan rokok,
aku memberikan sepotong cokelat,
yang tersisa di saku.

Dan entah bagaimana, kami tertawa.
Sungguh-sungguh tertawa.

Tetapi perang tidak mengizinkan persahabatan berlangsung lama. Esok paginya, mereka kembali saling tembak.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Hak Asasi Manusia Sebagai Filter Tafsir Agama Era Artificial Intelligence

Namun, kita tahu sesuatu telah berubah dalam diri mereka.

Halaman:

Berita Terkait