Catatan Denny JA: Komunitas Agama dan Spiritual di Era Artificial Intelligence
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 16 Maret 2025 12:34 WIB

Sejarah menunjukkan bagaimana dogma yang terlalu kaku membungkam pemikiran bebas. Inkuisisi di Eropa, penindasan terhadap kaum sufi, hingga fatwa-fatwa yang mengontrol tafsir agama.
Itu juga bukti bahwa komunitas bisa menjadi penjara bagi keyakinan.
Spiritualitas yang Muncul di Era AI
Baca Juga: Bali Tak Menyembah Patung: Catatan Paradoks Wayan Suyadnya
Di dunia digital, seseorang bisa menemukan makna spiritual tanpa harus tergabung dalam komunitas keagamaan.
Meditasi bisa dilakukan dengan aplikasi, doa bisa dipandu oleh AI, dan pencarian makna tidak lagi membutuhkan institusi.
Jika komunitas adalah kunci bertahannya agama, bagaimana dengan mereka yang menemukan jalan iman tanpa perlu interaksi sosial?
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho
Namun, sekuat apa pun kritik terhadap komunitas, sulit untuk menolak kenyataan bahwa agama yang bertahan sepanjang sejarah selalu memiliki akar dalam masyarakat.
Tanpa Komunitas, Agama Menjadi Sunyi
Seorang mistikus mungkin dapat menjaga imannya dalam keheningan, tetapi ia tidak dapat mewariskannya tanpa komunitas.
Sebuah agama yang tidak diwariskan akan menjadi sekadar memori yang terlupakan. Tanpa gereja, masjid, atau kuil, apakah ajaran-ajaran spiritual bisa tetap hidup setelah satu generasi?