DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Hak Asasi Manusia Sebagai Filter Tafsir Agama Era Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Weber benar: agama bisa melahirkan revolusi sosial. Tetapi, apakah setiap perubahan itu baik?

HAM menjadi kompas moral bagi perubahan tafsir. Ia memastikan agama tidak hanya menjadi mesin penggerak, tetapi juga kendaraan menuju keadilan.

Marx melihat agama sebagai alat kekuasaan. Namun, jika agama hanya candu, bagaimana kita menjelaskan perlawanan spiritual melawan tirani?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Peluncuran Buku Puisi Esai Negara Dalam Gerimis Puisi Karya Isti Nugroho

Martin Luther King Jr. melawan rasisme dengan iman. KH. Hasyim Asy’ari menggerakkan santri untuk melawan kolonialisme.

Agama bukan hanya candu. Ia bisa menjadi obat—jika tafsirnya berlandaskan HAM.

Tafsir di persimpangan ini bukan soal menang atau kalah. Ia adalah soal menemukan keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dan kemanusiaan yang terus bertumbuh.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

-000-

Ini prinsip keenam dari tujuh prinsip yang saya susun untuk membangun Teori Sosiologi Agama dan Spiritualitas di Era AI. Dua variabel yang dieksplorasi dalam prinsip keenam ini adalah hubungan antara variabel “tafsir agama” dan variabel “hak asasi manusia”.

Tapi bagaimanakah metodologi riset yang bisa digunakan untuk mengukur hubungan dua variabel itu: tafsir agama dan hak asasi manusia?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Khotbah Filsafat Hidup Lewat Lagu, Inspirasi Film Bob Dylan A Complete Unknown (2024)

Dalam memahami hubungan antara tafsir agama dan hak asasi manusia (HAM), kita memerlukan pendekatan metodologis yang multidisipliner.

Halaman:

Berita Terkait