Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 07 Maret 2025 18:54 WIB

AI menggantikan peran pemuka agama sebagai penafsir teks suci. Kini, AI seperti ChatGPT mampu mengolah jutaan tafsir dalam hitungan detik.
Seorang individu tidak lagi membutuhkan guru khusus untuk memahami makna sebuah ayat. Ia cukup dengan mengetikkan pertanyaan. AI akan menyajikan jawaban berdasarkan berbagai sumber lintas mazhab dan agama.
Juga yang baru, spiritualitas menjadi lebih personal dan demokratis.
Sosiologi agama klasik sering melihat otoritas agama sebagai struktur hierarkis, dari institusi ke jemaat.
AI mendisrupsi struktur ini dengan memberikan akses yang setara kepada semua individu. Seorang Muslim di pedalaman Afrika kini bisa mempelajari teologi Islam dari perspektif Sufi, Salafi, atau Ahmadiyah dengan mudah.
Seorang Kristen di Eropa bisa mengeksplorasi perbandingan antara teologi Protestan dan Katolik tanpa harus bergantung pada gereja.
Dogma melemah, tetapi agama tidak hilang. Dulu, dogma bertahan karena dikontrol oleh pemuka agama dan institusi keagamaan. Kini, dogma menghadapi tantangan besar karena AI memberikan jawaban alternatif untuk setiap pertanyaan.
Era AI bukan akhir dari agama, tetapi awal dari fase baru ketika agama lebih cair, lebih personal, dan lebih menekankan pengalaman ketimbang dogma.
Kehadiran Tuhan tak hanya ditemukan di kitab suci, tetapi juga dalam denyut data dan kecerdasan buatan. Yang memahami ini akan menjadi pemandu. Yang menolaknya, akan menjadi kenangan.”***
Jakarta, 7 Maret 2025