DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Pemuka agama yang bertahan adalah mereka yang membantu umat menemukan makna hidup, bukan sekadar mengajarkan hukum dan aturan.

-000-

Apa metodologi yang saya gunakan untuk menarik kesimpulan ini? 

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyambut Agama di Era Artificial Intelligence, Tak Bersama Durkheim, Weber, dan Karl Marx

Tersedia pendekatan ethno-digital. Ia menggabungkan etnografi klasik dengan analisis digital untuk memahami pengalaman keagamaan dalam dunia yang semakin terdigitalisasi.

Etnografi tradisional mengandalkan observasi langsung terhadap komunitas agama. Sedangkan ethno-digital memasukkan interaksi dalam ruang digital, algoritma AI, dan big data sebagai bagian dari lanskap keagamaan yang baru.

Kita bisa meneliti bagaimana individu menggunakan AI (seperti ChatGPT, Google Bard, atau aplikasi keagamaan) untuk memahami agama.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Khotbah Filsafat Hidup Lewat Lagu, Inspirasi Film Bob Dylan A Complete Unknown (2024)

Juga, kita bisa melacak pola pencarian informasi agama di mesin pencari dan media sosial. Atau kita menganalisis interaksi dalam komunitas digital (misalnya forum Islami, gereja virtual, atau platform meditasi online).

Juga, kita bisa menganalisis testimoni di media sosial atau grup diskusi online mengenai pengalaman memahami agama melalui AI.

Saya sendiri memilih focus group discussion dan depth interview kepada 30 aktivis keagamaan untuk mendengar pengalaman mereka semakin menggunakan aplikasi AI untuk mencari info keagamaan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Semakin Penting Agama Bagi Populasi di Suatu Negara, Semakin Tinggi Korupsi di Negara Itu?

Berdasarkan survei nasional LSI Denny JA, 2024, ada kecenderungan, semakin muda usia, semakin lebih banyak menggunakan teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan, semakin juga menggunakan aplikasi baru.

Halaman:

Berita Terkait