ORBITINDONESIA.COM - Malam makin menjauh. Kesunyian membungkus malam sepi itu.
Seorang wanita setengah baya iberjalan menembus malam yang pekat. Cahaya buram rembulan iringi gaya berjalannya bak peragawati di panggung catwalk.
Setiap lelaki yang melihatnya, pasti akan bersiul usil. Maklum wanita setengah baya itu masih terlihat cantik di usianya yang mulai menua. Sisa-sisa kecantikan masa lalu masih terpatri dalam guratan wajahnya yang mirip artis sinetron terkenal.
Baca Juga: CERPEN: Wanita yang Berjuang Demi Pacarnya yang Dipecat
Mbak Lola adalah panggilan akrab warga kampung untuk wanita yang tinggal diujung Kampung. Semua warga Kampung sangat mengenal Mbak Lola.
Bukan hanya soal kecantikan dan tubuhnya yang sering digambarkan bak gitar Spanyol, tapi perilaku wanita itu mengurus suaminya yang mengidap sakit bertahun-tahun, yang membuat semua warga berdecak kagum akan kesetiaannya sebagai seorang istri.
"Sebagai istri, Mbak Lola patut diteladani para istri di kampung kita ini," kata seorang warga yang mendengar kabar tentang Mbak Lola yang mengurus sakit suaminya yang sudah menahun.
Baca Juga: Aplikasi Penyedia Novel Bacaan dan Cerpen, MaxNovel Berkomitmen Berdayakan Para Penulis Indonesia
"Benar sekali. Sangat telaten mengurus suaminya dan amat setia," sambung seorang warga lainnya.
"Semoga beliau tabah dan sabar menghadapi semua cobaan ini," sela warga yang lainnya dengan penuh rasa simpati yang tinggi.
Setidaknya sudah hampir tiga tahun, semenjak berdiam di kampung, suami Mbak Lola sudah sakit. Suaminya hanya duduk di kursi roda. Tak heran bila suami Mbak Lola jarang bersosialisasi dengan warga. Termasuk jarang datang ke acara hajatan warga. Apalagi ke masjid. Sangat jarang terlihat.
Hanya Mbak Lola yang aktif bersosialisasi dengan warga Kampung. Warga pun jarang datang ke rumah Mbak Lola. Maklum Mbak Lola hanya tinggal bersama suaminya.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Buku dari Bangka Selatan untuk Nusantara
Kalaupun ada yang datang berkunjung ke rumah itu, kebanyakan para lelaki dari luar kota yang konon kabarnya sahabat dari suami Mbak Lola saat mereka masih tinggal di Kota.
Para tamu suami Mbak Lola, biasanya menginap hingga tiga malam. Mereka datang ke rumah Mbak Lola dengan menggunakan mobil mewah merk terkini. Dan kalau ada tamu dari luar Kota, biasanya Mbak Lola sangat sibuk berbelanja ke pasar kampung.
Banyak sekali bahan keperluan rumah tangga yang dibelinya. Mulai dari sembako hingga minuman kaleng. Sementara di dompetnya bergumpal uang pecahan seratusan ribu yang menggunung. Penuhi dompetnya yang berharga sangat mahal.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Kebangkitan Kebermajuan
Cahaya mentari mulai meredup menahan rasa lelah yang tak terperikan. Sejuta pelangi yang mengibar di ujung langit seolah tak mampu diredamnya dengan sinarnya yang makin menua itu. Sebuah pertanda senja telah tiba.
Sebuah mobil merk terkenal melintasi jalanan Kampung yang mulai berwarna hitam. Arahnya jelas. Ya, mobil mewah itu menuju rumah Mbak Lola.
Kesumringahan membalut wajah cantik Mbak Lola saat menyambut kehadiran tamunya. Sebuah ciuman mendarat di pipi kanan dan kiri lelaki setengah baya itu dari Mbak Lola. Keduanya pun langsung masuk ke dalam rumah dengan saling berpelukan.
Sementara, suami Mbak Lola tampak gusar dengan kehadiran tamu itu. Wajahnya tak bersahabat. Ada kesan perlawanan. Tapi apa daya. Tak mungkin diatas kursi roda itu dirinya mampu melawan lelaki setengah baya yang masih tampak gagah itu masuk ke dalam kamar istrinya.
"Dasar wanita terkutuk," teriak suami Mbak Lola. Teriakan suaminya tak menyurutkan langkah Mbak Lola masuk ke dalam kamarnya bersama sang tamu.
Sang suami hanya bengong menyaksikan adegan itu. Dari dalam kamar terdengar suara derit goncangan ranjang dan suara desahan istrinya.
Baca Juga: Penulis A.S. Laksana: Tiga Hal Penting dalam Penulisan Cerpen
Lelaki tua itu hanya terpejam mendengar suara lenguhan istrinya yang menyapa kuping tuanya. Air matanya menetes membasahi ubin rumah mereka.
Di dalam kamar, Mbak Lola asyik memacu syahwatinya bersama lelaki yang sering dikatakannya sebagai tamu suaminya. Tamu suaminya tampaknya mampu menebarkan air kebahagian di jiwanya yang kering kerontang. Air kebahagian yang mampu memuaskan jiwa dan rohaninya sebagai wanita dewasa. Ada rasa bahagia yang muncrat dari wajah cantik Mbak Lola.
Sang tamu tampak sumringah atas pelayanan Mbak Lola di peraduan. Ada rasa kenikmatan yang belum pernah dirasakannya selama ini.
"Terima kasih, Jeng. Aksimu malam ini sangat hebat dan memuaskan aku. Dan aku akan kembali lagi minggu depan," ujar sang tamu dengan nada gembira.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Matkuteng, Penjagal dari Kampung Selatan
Mbak Lola tersipu dengan pujian dari lelaki itu. Sebuah ciuman didaratkannya di kening lelaki itu. Segepok uang lembaran seratus ribu dititipkan lelaki itu di atas ranjang yang masih kusut spereinya. Tepat di atas noda yang masih basah.
Sudah hampir tiga minggu, tak ada kunjungan tamu ke rumah Mbak Lola. Ada rasa kegelisahan di nurani wanita itu. Seribu tanya menggelayut dalam jiwanya yang kering kerontang dimakan usia.
Sementara uang dalam dompetnya mulai menipis. Tadi siang saja, untuk membeli beras, dirinya harus mengutang dulu kepada Wak Jon, pemilik warung langganannya.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Ada Cerita Palsu dari Mulut Palsu Penutur Palsu
Wanita setengah tua itu terus melangkah dengan langkah kaki bergegas menembus malam yang makin pekat. Jalannya tergesa-gesa. Bak koruptor yang ingin menghindari jepretan para fotografer.
Langkah Mbak Lola terhenti seketika, saat terdengar klakson mobil berbunyi di ujung jalanan kampung yang mulai mulus. Dari dalam mobil tampak seorang lelaki yang dikenalnya tersenyum seolah memberikan kode tertentu.
Mbak Lola pun tersenyum. Ada rasa bahagia yang mengalir dalam sekujur tubuhnya yang mulai menua. Keduanya pun menembus malam yang pekat dengan kepekatan jiwa yang berselimutkan syahwati.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Kisah dari Koran Bekas
Wajah cantik Mbak Lola tampak lusuh. Tak ada lagi guratan kebahagian yang selama ini menjadi ciri khasnya sebagai seorang wanita. Tak ada lagi. hanya sebuah penyesalan yang kini muncrat dalam aliran nuraninya yang kelam.
Setidaknya, usai pulang dari Puskesmas tadi pagi, wanita setengah tua itu dilanda perang batin yang amat menggurita dalam jiwanya. Bagiamana tidak. Vonis dirinya mengidap penyakit HIV membuatnya terkulai.
"Berdasarkan pengecekan sample darah dari laboratorium kami, Ibu mengidap penyakit HIV," terang dokter puskesmas.
Baca Juga: Rusmin Sopian: Amanah Publik untuk Kesejahteraan Publik
Mbak Lola pun terkaget-kaget mendengar penjelasan dokter. Jantungnya hampir copot. Kakinya gemetaran. Hampir copot dari engsel pergelangan kakinya.
"Ha! Betul Dokter? Apa tidak salah?" tanya Mbak Lola dengan nada setengah berteriak diliputi wajah setengah tidak percaya atas penjelasan dokter.
"Tidak Bu. Kami tidak salah. Itu hasil tes dari laboratorium," ujar sang dokter.
Wanita setengah baya itu hanya bisa menatapi hari dengan rasa berdosa yang tak terperikankan. Rasa berdosa kepada suaminya yang dibiarkannya bak seonggok patung hiasan rumah. Rasa bersalah atas segala perbuatannya. Dan rasa bersalah kepada semua penghuni kampung yang telah dibohonginya bertahun-tahun.
Baca Juga: SATUPENA Akan Terbitkan Buku Kumpulan Esai, Puisi, Puisi Esai, dan Cerpen Tentang Pilkada 2024
Kini bersama doa-doa yang terus digemakannya dengan airmata dosa menjadi diorama kehidupan Mbak Lola yang baru. Sebuah kehidupan babak kedua yang dijalaninya menuju waktu ajal tiba. Sebelum Izrail tiba.
Sementara di kejauhan terdengar syair lagu lawas yang disenandungkan dengan indah oleh Kiki Maria yang berjudul karma.
Karma..
Karma...
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Robohnya Rumah Pejuang
t'lah menimpa hidupmu...
Uh.. karma.. karma...
haruskah dipercaya?
karma.. karma...
Mestikah diterima?
Karma...
Mungkin...
Toboali, awal Januari 2025.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Perempuan Kiriman Tuhan
*Rusmin Sopian adalah Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Bangka Selatan. Cerpennya termuat di media massa lokal Bangka Belitung dan luar Bangka Belitung. Saat ini tinggal di Toboali Bangka Selatan bersama istri dan dua putrinya yang cantik dan menantunya.***