DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Tafsir yang Berbeda tentang Kurban Hewan di Era Animal Rights

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Namun menjadikan penyembelihan hewan sebagai ritus agama, membawa praktik itu ke ranah sakral.

Hewan tidak lagi hanya objek konsumsi, tetapi menjadi simbol persembahan kepada Tuhan. Di sini, darah dan nyawa bukan sekadar nutrisi, tapi diyakini sebagai medium hubungan spiritual antara manusia dan yang transenden.

Ini menciptakan tensi moral:

Jika Tuhan adalah sumber cinta kasih, mengapa cinta kepada hewan harus dipersembahkan melalui luka dan kematian?

2. Paradoks Moral: Cinta Tuhan vs Luka Makhluk

Mereka yang menolak menjadikan hewan sebagai ritus agama namun tetap memakan daging, tampak seperti mempraktikkan kontradiksi.

Tapi sesungguhnya, sikap ini bisa sangat etis, tergantung pada kesadaran yang mendasari.

Makan daging dalam konteks modern dapat dikaitkan dengan pertimbangan kebutuhan, keberlanjutan, atau bahkan tradisi sosial.

Namun banyak yang mulai memilih hanya memakan hewan dari peternakan yang etis, atau bahkan beralih ke pola makan nabati.

Yang ditolak bukan daging itu sendiri, melainkan penyucian atas tindakan menyakiti sebagai bentuk ibadah. Sebab spiritualitas yang luhur mestinya berdiri di atas belas kasih, bukan darah.

Halaman:

Berita Terkait