Ulasan Buku: Satu Bumi dan Satu Kemanusiaan
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Sabtu, 24 Mei 2025 23:27 WIB

Secara spesifik, kitab suci Alquran menyatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu, laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kamu” (Al-Hujarat 13).
Dari perspektif “Satu Bumi, Satu Manusia, dan Satu Spiritualitas” maka makna taqwa adalah kesadaran moral dan spiritual yang mendalam akan keberadaan Kebenaran Tertinggi yang membimbing seseorang untuk hidup dengan hati-hati, penuh tanggung jawab, dan hormat terhadap kehidupan, baik terhadap Tuhan, sesama manusia, maupun alam semesta.
Secara ecosofis, taqwa mencakup sikap hormat terhadap semua ciptaan Tuhan dan sebuah kesadaran bahwa kita bagian dari jaringan kehidupan yang saling terhubung. Dan manusia adalah entitas evolusi tertinggi dari ciptaan Tuhan di muka bumi yang menjadi simpul-simpul keterhubungan tersebut.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama di Era Artificial Intelligence, Antara Identitas Kelompok dan Etika Publik
Buku ini menarik karena pembaca diajak mengenal aspek-aspek spiritual penuh hikmah yang membangun peradaban dunia dari ajaran-ajaran semua agama dan kepercayaan.
Di buku ini tercatat, melalui perayaan hari-hari besar agama dan kepercayaan seperti Imlek (Konghucu), Naw-Ruz (Baha’i), Puasa dan Paskah (Islam-Kristen), Raksha Bandhan (Hindu Brahma Kumaris), Hari Santo Fransiskus dari Assisi (Katolik), Hari Arbaik (Syiah), Hari Khliafat (Ahmadiyah), Hari Saraswati (Hindu), Natal Antariman, Weisak (Budha), Rumi Day, dan Renungan Agama Leluhur – pembaca diajak berkelana mengenal ajaran-ajaran moral dan hikmah yang kini membentuk peradaban dunia dan menjadi pedoman hidup umat manusia di muka bumi.
Dari buku ini, akhirnya kita menyadari bahwa agama-agama yang ada di muka bumi adalah warisan kultural bersama umat manusia yang harus kita jaga dan hormati keberadaannya. Sebab Agama, dalam perjalanan sejarah manusia, tidak hanya membentuk hubungan antara manusia dan Tuhan.
Baca Juga: In Memoriam Paus Fransiskus: Membawa Agama yang Ekologis dan Penuh Kasih
Agama juga menjadi lumbung emas kultural -- gudang besar tempat nilai-nilai luhur, tradisi, sastra, seni, dan etika kemanusiaan disimpan dan diwariskan lintas generasi..
*Syaefudin Simon adalah kolumnis dan penulis SATUPENA.***