Syaefudin Simon: Budhy yang Budhis
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 16 Juli 2024 23:44 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Budhy Munawar-Rachman, mendapat anugrah Insan Pancasila 2024, kategori Lintas Iman dari BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Tasyakurannya diadakan di resto Korea Yongdaeri, Mall of Indonesia, Jaktim oleh kelompok Creator Club, Jumat 12 Juli 2024. Hadir Denny JA, Elza Peldi Taher, Muhamad Asrun, Fatin Hamama, Isti Nugroho, Satrio Arismunandar, Nita, Amel Fitriani, Monica Anggi, Swary Utami Dewi, Jonminofri, Ali, dan aku.
Budhy, 61 tahun, sebenarnya seorang "Gus" keturunan seorang kyai NU asal Bojonegoro yg juga profesor riset (APU), Abdul Rachman Saleh, dosen UIN Ciputat. Budhy, pendiri Nurcholish Madjid Society (NCMS), mengaku kedekatannya dengan Cak Nur sebetulnya berseberangan dengan minat ayahnya.
Sang ayah tidak menyukai pemikiran-pemikiran Islam Cak Nur dan Harun Nasution (mantan rektor UIN Ciputat), tapi Budhy sebaliknya. Bahkan disertasinya di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, membahas pemikiran Islam Nurcholish Madjid.
Baca Juga: HEBOH, Kuil Buddha di Thailand Dibiarkan Kosong karena Seluruh Biksu Positif Narkoba
Kenapa sekolah di STF, tidak di IAIN atau UI? Budhy mengaku dirinya adalah "korban Mansour Fakih" seorang pegiat LSM, doktor sosiologi Massachusetts, AS yang menggeluti transformasi sosial dan rasionalisme Islam.
Seperti halnya "korban-korban" Mansour Fakih yang lain -- di antaranya Kyai Husein Muhamad dan Kiai Masdar Mas'udi, keduanya kemudian menjadi tokoh LSM -- Budhy pun "jatuh cinta pada kajian gender dan tranformasi sosial serta rasionalisme Islam".
Budhy sempat menjadi "anak emas" Mansour Faqih yang mendorong agar Cak Nur lebih progresif dalam mewacanakan agama. Agama, kata Mansour, harus terlibat langsung dan menjadi pionir dalam transformasi sosial.
Baca Juga: Budhy Munawar Rachman: Sekolah dan Lembaga Pendidikan Justru Mendorong Keberagamaan yang Eksklusif
Ketika Budhy ingin melanjutkan studi, Mansour memaksa Budhy kuliah di STF Driyarkara. Budhy "dilarang" Mansour kuliah di IAIN atau UI, tapi harus di STF. Dan Budhy mengikuti "paksaan" Mansour tadi.
Celakanya, justru di STF inilah Budhy mengenal lebih dekat Nurcholish Madjid dan Djohan Effendi. Keduanya adalah dosen di sekolah filsafat yang didirikan Gereja Katolik ini. Dari situlah sosok Budhy Munawar-Rachman terbentuk.
Berkat kedekatan dengan Mansour, Budhy mendalami transformasi sosial dan sempat menjadi salah seorang "direktur" di Asia Foundation. Kedekatannya dengan Cak Nur menjadikan Budhy seorang pegiat toleransi dalam Islam. Dan kedekatannya dengan Djohan Effendy menjadikan Budhy seorang pegiat toleransi Antariman.
Terakhir kedekatan Budhy dengan Denny JA (sejak kuliah, diteruskan di Kelompok Studi Proklamasi hingga hari ini) menjadikan Budhy bergerak lebih jauh. Bukan hanya menjadi sosok aktivis toleransi antariman, tapi juga mendukung gagasan transformasi agama Denny JA yang melebar amat luas. Yaitu "Agama Sebagai Warisan Kultural". Agama, kata Denny, adalah milik bersama umat manusia. Karena itu agama adalah warisan kultural umat manusia.