DECEMBER 9, 2022
Nasional

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun Sebut Konflik Iran-Israel Belum Ganggu Subsidi BBM

image
Arsip foto - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbhakun (Foto: Fraksi Partai Golkar)

ORBITINDONESIA.COM - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai, gejolak konflik Iran-Israel belum memberikan tekanan signifikan terhadap fiskal Indonesia, khususnya dalam hal subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Mukhamad Misbakhun, selama harga minyak dunia belum melewati asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar 82 dolar AS per barel, maka ruang fiskal pemerintah masih terjaga.

Sebagai informasi, harga minyak mentah Brent tercatat 67.31 dolar AS per barel pada penutupan 27 Juni 2025, sementara minyak mentah WTI berada di level 65.07 dolar AS per barel.

Baca Juga: Kemlu RI Pastikan Sudah 70 Lebih WNI dari Iran Dievakuasi Pulang ke Indonesia

“Saat ini harga belum menyentuh 82 (dolar AS per barel). Masih di kisaran 75, bahkan ada yang naik 76, dan sebagian 79. Artinya apa ? Dari sisi harga minyak, kita masih sangat aman. Subsidi BBM, subsidi energi kita masih bisa kita kategorikan was-was, tapi secara real masih di dalam kontrol sepenuhnya dalam angka-angka APBN," kata Mukhamad Misbakhun dalam diskusi publik INDEF yang bertajuk "Dampak Perang Iran-Israel terhadap Perekonomian Indonesia", Jakarta, Minggu, 29 Juni 2025.

Misbakhun menjelaskan, analisis risiko kenaikan harga minyak akibat eskalasi geopolitik telah disiapkan, termasuk skenario apabila kenaikan harga minyak mencapai 100 dolar AS per barel. Dalam skenario itu, inflasi diperkirakan masih tetap aman berada di level 2,70 persen.

"(Asumsi) Inflasi kita 2,5±1 persen, itu sebuah range yang sangat aman apabila ada risiko minyak melewati harga 82 dolar AS sampai 100 dolar AS, dan pemerintah kemudian menaikkan harga minyak subsidi di kisaran 10 persen," jelasnya.

Baca Juga: Menlu Abbas Araghchi: Iran Larang Kepala IAEA Masuki Wilayah dan Pantau Fasilitas Nuklirnya

Meskipun demikian, ia tak menampik bahwa jika harga minyak terus menanjak hingga di atas 100 dolar per barel, skenario penyesuaian harga BBM bersubsidi akan masuk dalam pertimbangan pemerintah. Namun menurutnya harus ditakar dengan cermat agar tidak berdampak serius pada inflasi dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, Misbakhun menilai Indonesia justru bisa mengambil manfaat dari kenaikan harga komoditas imbas konflik Iran-Israel. Ia menyebut harga batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan mineral logam seperti nikel cenderung naik bersamaan mengikuti harga minyak dunia. Ini bakal menjadi peluang bagi Indonesia sebagai negara eksportir komoditas tersebut.

“Indonesia adalah net importer minyak, tapi kita juga eksportir komoditas yang nilainya melonjak saat harga minyak naik. Ini memperkuat penerimaan pajak dan non-pajak kita. Jadi, dampaknya tidak bisa dilihat satu sisi saja, perlu disimulasikan secara komprehensif,” kata Misbakhun.

Baca Juga: Kepala Pengawas Nuklir PBB: Iran Dapat Mulai Memperkaya Uranium untuk Bom dalam Beberapa Bulan

Namun ia mengingatkan bahwa kondisi ini harus terus dimonitor karena belum tentu berbanding lurus dengan ketahanan fiskal. Misbakhun kemudian menyoroti rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah hingga Mei 2025 yang baru mencapai 28,1 persen, serta realisasi APBN yang hanya 33,1 persen.

Halaman:

Berita Terkait