Pengamat Militer Khairul Fahmi: Perpres 66 Tahun 2025 Harus Miliki Batasan yang Ketat tentang Wewenang TNI
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Sabtu, 24 Mei 2025 12:10 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia harus memiliki batasan yang ketat demi membatasi wewenang TNI.
"Perlu SOP yang ketat, batasan yang jelas, dan durasi yang terukur agar tidak menimbulkan kesan militerisasi atau tumpang tindih kewenangan," kata Khairul Fahmi saat dikonfirmasi Antara, Sabtu, 24 Mei 2025.
Menurut Khairul Fahmi, prinsip dasar dari terbentuknya perpres tersebut harus didukung yakni mengerahkan TNI untuk melindungi seluruh komponen Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menjalankan tugas.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Periksa Direktur Keuangan PT Adaro Mineral Indonesia Heri Gunawan
Namun demikian, Fahmi juga tidak menyalahkan masyarakat yang khawatir lantaran perpres tersebut memfasilitasi TNI untuk campur tangan dalam kerja kejaksaan yakni di bidang pengamanan.
"Kekhawatiran sebagian pihak bahwa ini bisa membuka celah keterlibatan TNI yang terlalu luas dalam urusan sipil adalah hal yang sah dan wajar dalam demokrasi," jelas Fahmi.
Karenanya, Fahmi menilai baik TNI dan Polri harus tunduk pada ketentuan perpres yakni porsi kerja dua instansi tersebut hanya sebatas pengamanan saja.
"Perpres ini menegaskan bahwa TNI dan Polri tidak mengambil alih fungsi penegakan hukum, melainkan hadir dalam bentuk perlindungan terbatas terhadap jaksa," kata Fahmi.
Fahmi melanjutkan, komitmen TNI dan Polri juga perlu diawasi oleh publik agar dua instansi itu taat dengan ketentuan di dalam perpres.
Dengan keterbukaan untuk diawasi, Fahmi yakin kepercayaan publik akan TNI maupun Polri dalam menjalankan perpres tersebut akan meningkat.
"Pengawasan dan akuntabilitas kelembagaan, serta komunikasi publik yang terbuka, tetap menjadi kunci untuk memastikan bahwa profesionalisme tetap terjaga, kepercayaan publik tetap tumbuh, dan demokrasi tetap sehat," jelas Fahmi.