Catatan Denny JA: Mengukur Samudra Emosi Manusia
- Penulis : Arseto
- Selasa, 29 April 2025 06:45 WIB

Bukan sekadar alat deteksi dini, bukan hanya peta penyembuhan. Program ini menawarkan keajaiban: mendampingi perjalanan batin, menguatkan resiliensi, dan menyalakan lilin-lilin kecil di tengah gelapnya dunia.
-000-
Bayangkan kisah ini. Hendra, seorang manajer muda di Jakarta, dulunya menjadi simbol kegagalan emosional meski berotak cemerlang.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama di Era Artificial Intelligence, Antara Identitas Kelompok dan Etika Publik
Prestasinya di atas kertas gemilang. Namun dalam kehidupan nyata, ia terperangkap dalam labirin amarah, dendam, dan konflik.
Promosi yang dinantikan jatuh ke tangan orang lain. Dunia yang semula terbuka luas tiba-tiba terasa seperti ruang sempit yang menyesakkan dada.
Dalam keputusasaan, tanpa banyak bicara kepada siapa pun, hanya dari pojok kamarnya, melalui ponsel sederhana, Hendra mengikuti program Knowing Myself + Healing dari LSI Denny JA.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Perlu Ikut Merayakan Secara Sosial Hari Besar Agama Lain?
Hasil tes mengguncangnya: IQ-nya tinggi, namun EQ-nya rapuh dan penuh luka. Melalui diskusi online yang disediakan aplikasi itu, Hendra mendapatkan rekomendasi pribadi.
Ia belajar mengenali emosinya tanpa menghakimi. Ia diminta melatih mindfulness, mendengarkan tanpa membela diri, menulis surat untuk dirinya sendiri, dan berdamai dengan bayang-bayang masa kecil.
Ada malam-malam di mana ia menangis tanpa suara. Ada pagi-pagi di mana ia memaksa dirinya tersenyum, sekadar untuk bertahan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengetahui dan Memberi Arah Diri Sendiri di Era Artificial Intelligence
Namun perlahan, perubahan datang. Rekan kerja mulai merasakan keteduhan baru dalam dirinya. Ia menjadi mata air kecil di tengah gurun ego.