DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: 100 Tahun Ahmadiyah, Bendera Merah Putih di Tempat Pengungsian

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Pagi 17 Agustus 2024, di Mataram. Matahari belum sepenuhnya terbit, tapi suara anak-anak kecil sudah menggema di halaman sempit barak pengungsian. 

Mereka berdiri rapi, mengenakan seragam putih-merah lusuh yang telah bertahun mereka jaga sebaik mungkin.

Dengan suara lantang dan penuh semangat, mereka hormat bendera. Lalu menyanyikan lagu kebangsaan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Janji Kampanye Donald Trump yang Menyulitkan Pemerintahan Baru

Dinyanyikan pula lagu itu:
“Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya…”

Namun di mata sebagian orang dewasa, air mata jatuh pelan. Lagu itu mereka nyanyikan dari sebuah kamp pengungsian. 

Mereka terusir dari tanah milik mereka sendiri, bukan karena bencana alam, bukan karena perang. Tapi karena keyakinan. Karena mereka Ahmadiyah.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Indonesia Perlu Belajar Dari United Emirat Arab, Dari Gurun Pasir ke Pusat Dunia

Lebih dari 16  tahun mereka terusir dari kampungnya sendiri di Lombok Timur. Mereka tidak membunuh, tidak mencuri. Hanya karena mereka meyakini Ahmadiyah, paham agama yang kini meluas di 100 negara lebih, mereka diusir.

Dalam upacara itu, bendera merah putih tetap berkibar gagah. Di tanah yang menolak mereka. Di negeri yang mereka cintai, tapi belum sepenuhnya mencintai mereka kembali.

-000-

Baca Juga: Catatan Denny JA: Indonesia Belajar Dari Korea Selatan, Dari Puing-puing Perang Menuju Cahaya Peradaban

Inilah ironi yang mematahkan hati: ketika nasionalisme dan demokrasi tak mampu memeluk semua warganya.

Halaman:

Berita Terkait