DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Mengukur Samudra Emosi Manusia

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Perlahan, psikologi kembali mendengar jeritan lama Anna di Leipzig: “Aku bukan hanya angka. Aku adalah samudera rasa.”

-000-

Di tengah gelombang besar AI, isolasi sosial, dan kehilangan arah spiritual, LSI Denny JA menghadirkan terobosan: Knowing Myself + Healing.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama di Era Artificial Intelligence, Antara Identitas Kelompok dan Etika Publik

Program ini menghadirkan Kuis 2 – Emotional Intelligence, yang tidak hanya mengukur kecerdasan emosi, melainkan juga menggabungkannya dengan 12 tes lain sebagai satu kesatuan yang holistik.

LSI Denny JA menambahkan kultur lokal untuk lebih akurat memahami samudera emosi individu. 

Di balik gemerlap kesuksesan EQ, para skeptik masih menyisipkan keraguan: apakah pengukuran emosi manusia tak terjebak dalam reduksionisme baru?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Perlu Ikut Merayakan Secara Sosial Hari Besar Agama Lain?

Bagaimana dengan kritik bahwa EQ Barat gagal menangkap nuansa lokal seperti "sungkan" atau "hormat kolektif"

Namun, inilah keunggulan Knowing Myself + Healing: algoritmanya menyelaraskan teori Mayer-Goleman dengan kearifan lokal seperti "tepo seliro" Jawa dan "pela gandong" Maluku.

la bukan sekadar terjemahan, melainkan dialog antara sains universal dan denyut nadi kultural. Ini membuktikan samudera emosi manusia memang tak bertepi. Navigasinya harus berpijak pada peta dengan garis pantai kuktur lokal masing-masing.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengetahui dan Memberi Arah Diri Sendiri di Era Artificial Intelligence

Ia adalah cermin yang menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Ini peta yang membimbing manusia melintasi gurun luka batin menuju oase pemulihan, tangan sahabat yang menuntun kita berjalan lebih dalam ke ruang-ruang tersembunyi di dalam jiwa.

Halaman:

Berita Terkait