
ORBITINDONESIA.COM - Kebakaran besar di Los Angeles, Januari 2025, melahap banyak rumah ibadah. Sebuah gereja Methodis yang masih utuh membuka pintunya bagi umat Islam dan Yahudi.) (1)
-000-
Januari 2025.
Langit Los Angeles
memerah sebelum fajar.
Bukan karena matahari.
Tapi karena api
yang turun seperti murka
tanpa firman,
tanpa nubuah,
tanpa wahyu.
Asap mengepul
seperti doa-doa yang tak sempat dipanjatkan.
Lidah-lidah api melahap
salib, menorah, dan sajadah.
Bukan memilih,
hanya menghanguskan.
Seolah berkata:
“Kalian yang membangun dinding,
aku menghapus batas.”
Fatimah berlari,
dua anak dalam peluknya.
Di belakangnya, mushola kecil
yang selama ini menjadi pelipur rindu
pada Mekkah,
menjadi arang yang tak lagi bernyawa.
“Ya Rahman,” bisiknya,
“Engkau Maha Kasih…
Mengapa rumah-Mu dibiarkan terbakar?”
Tiga blok darinya,
Rabbi Cohen memeluk debu Taurat.
Sinagoganya ambruk seperti Babel,
dan ia berdiri sendiri,
seperti nenek moyangnya yang terusir.
Ia bertanya:
“Di mana Tuhan saat bait-Nya runtuh?
Di mana Tuhan saat Musa tak bisa menyelamatkan padang gurun ini?”
Sementara di ujung jalan,
Pendeta Mary memandang gerejanya—
gereja tua itu berdiri tegak,
tapi hampa.
Tak ada lonceng.
Hanya gema luka.
Ia berseru:
“Jika Yesus pernah memikul salib,
maka hari ini kami memikul reruntuhan.”