Catatan Denny JA: Peta Jalan Agama di Zaman Artificial Intelligence
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 19 Maret 2025 12:45 WIB

Sedangkan pendekatan kualitatif melibatkan studi kasus, wawancara mendalam, dan analisis sejarah untuk memahami perubahan agama di berbagai belahan dunia.
Metode ini berbeda dari pendekatan klasik di era Durkheim, Weber, dan Marx yang lebih menekankan pada teori sosial dengan data terbatas.
Para sosiolog klasik seperti Durkheim, Weber, dan Marx melihat agama sebagai fenomena yang statis atau sebagai alat kekuasaan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama yang Berdampingan dengan Positive Psychology dan Neuroscience
Namun, teori agama di era AI menambahkan beberapa dimensi baru.
• Agama dalam era digital: Bagaimana AI mengubah cara manusia beragama, mencari Tuhan, dan memahami teks suci.
• Dinamika komunitas virtual: Bagaimana keimanan berkembang dalam jaringan digital, di luar institusi tradisional.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence
• Persaingan antara agama dan sains dalam pencarian makna: Dulu, sains dan agama sering dipandang bertentangan. Kini, psikologi positif mulai mengambil peran yang dulu dimiliki agama dalam menjawab pertanyaan eksistensial manusia.
Dengan demikian, teori ini bukan hanya reinterpretasi dari sosiologi agama klasik, tetapi juga pembaruan yang relevan dengan zaman.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama
Seorang pemuda menatap layar ponselnya. Ia mengetik pelan, seakan pertanyaannya adalah doa: Aku ingin hidup penuh makna. Bagaimana caranya?