DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Peta Jalan Agama di Zaman Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

4. Era AI mengubah peran otoritas agama. AI memungkinkan individu untuk memahami agama tanpa perantara ulama atau pendeta.

Pertanyaan apapun soal hidup dan iman, misalnya, dalam hitungan detik bisa diberikan dari berbagai tafsir agama, filosofi dan science.

Individu bebas memilih jawaban yang mana yang paling sesuai dengan kesadaran dan kebutuhannya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama yang Berdampingan dengan Positive Psychology dan Neuroscience

Algoritma itu bisa membandingkan 1.236 interpretasi kitab suci dari berbagai era.

Individu akan memilih informasi AI yang imparsial  (dan menyajikan beragam spektrum) daripada otoritas agama yang dianggap terbelenggu bias sejarah dan hanya satu tafsir.

Di masa lalu, pewahyuan datang dari suara yang dianggap suci. Kini, algoritma membisikkan jawaban dalam bahasa data.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence

Dulu, para pendeta, ulama, biksu menafsirkan kitab untuk umat. Kini, jutaan model AI menafsirkan teks suci dengan presisi statistik. Tapi, apakah kebenaran lebih dekat ketika diolah dalam angka?

5. Agama semakin menjadi warisan kultural milik bersama. Hari raya agama kini dirayakan secara sosial oleh penganut agama lain. Mulai terjadi trend universalisasi ajaran agama agar bisa dinikmati siapapun, termasuk yang bukan penganut agama itu.

Meditasi dari agama Budha dan Hindu kini dikembangkan dan bisa dinikmati siapapun tanpa perlu menjadi penganut agama itu.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama

6. Tafsir agama yang bertahan adalah yang sesuai dengan hak asasi manusia. Tafsir konservatif yang menolak HAM akan semakin ditinggalkan.

Halaman:

Berita Terkait