DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Mereview Pemikiran Denny JA tentang Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama

image
F. Budi Hadiman.

Menurut saya, sikap yang arif adalah relaks. Orang merasa relaks jika tidak mengukur kebenaran teologis pihak lain dengan teologi agamanya sendiri karena sadar bahwa teologi-teologi memang tidak memiliki ukuran yang sama, dan orang tidak perlu ngotot memaksa pihak lain untuk menerima ukurannya.

Kenyamanan kita terhadap agama kita sendiri dapat membantu orang lain untuk merasa nyaman dengan agamanya.

Sebaliknya, sikap ngotot dan fanatik mungkin malah lahir dari cognitive dissonance yang belum diatasi dalam penghayatan agamanya.

Kebenaran makna tidak perlu dipertengkarkan. Hal itu perlu ditafsirkan agar dapat memaknai hidup di tengah perubahan zaman.

Kita merasa relaks, jika menyadari bahwa kemajemukan tafsir bukan ancaman integritas iman, melainkan memperkaya hidup kita.

Jadi, orang perlu beriman, tetapi tidak dengan rasa takut kepada agama lain, melainkan dengan sikap relaks terhadap pluralisme keyakinan.

Tanpa berpretensi untuk membangun pemikiran sistematis dan filosofis, Denny lewat penelitiannya berhasil memahami bahwa locus philosophicus agama ada di dalam dunia makna.

Agama bukanlah sains dan tidak perlu berpretensi menjadi sains agar menjadi benar. Alih-alih menyingkap kebenaran faktual yang ilmiah, agama menyingkap kebenaran makna yang eksistensial dan spiritual untuk kehidupan kita.

Kitab suci juga bukan buku sains, seperti Origin of Species, melainkan buku iman. Para literalis skriptural akan mengalami cognitive dissonance saat menghadapi fakta ilmiah tentang evolusi dan teori Big Bang.

Jika tidak berhasil mencocok-cocokkan isi kitab suci dengan fakta ilmiah itu, mereka akan menambahi berbagai cerita agar fakta itu bisa dipaksa cocok dengan isi kitab suci.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Berita Terkait