Mereview Pemikiran Denny JA tentang Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 14 April 2023 10:16 WIB
Tentu saja interseksi seperti itu, jika terwujud dalam kenyataan, merupakan hasil pencapaian peradaban yang akan memerlukan waktu sangat lama. Interseksi semacam itu telah dicapai dalam konsep hak-hak asasi manusia universal.
Sementara Weltethos adalah kesepakatan ‘tebal’ karena menyangkut dimensi religio-kultural, hak-hak asasi manusia adalah sebuah kesepakatan ‘tipis’ yang hanya menyangkut dimensi legal-politis.
Menurut saya konsep tentang agama sebagai warisan kultural milik bersama lebih condong ke dimensi religio-kultural daripada ke dimensi legal-politis.
Tetapi sekali lagi, konsep-konsep seperti Weltethos, hak-hak asasi manusia, dan warisan kultural bersama umat manusia adalah pemaknaan-pemaknaan. Tiga konsep itu adalah konstruksi-konstruksi intelektual modern yang membantu kita untuk mewadahi kemajemukan secara bijaksana.
Mereka bukan fakta ilmiah, maka tidak berciri faktual, melainkan normatif. Mungkin ada sejumlah besar orang yang ikut merayakan hari-hari besar agama lain. Namun hal itu belum berarti bahwa konsep agama sebagai warisan bersama umat manusia sudah terwujud.
Di masyarakat kita, misalnya, tiap tahun berulang larangan kaum konservatif Islam untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Bagi mereka agama lain tampak lebih sebagai ancaman daripada sebagai warisan bersama umat manusia yang bisa mereka nikmati.
Jika jumlah orang moderat menjadi mayoritas di dunia ini, konsep-konsep itu memang dapat mengartikulasikan posisi mereka. Namun hal itu belum berarti bahwa konsep-konsep itu adalah faktual.
Konsep-konsep tersebut masih normatif di hadapan fakta adanya kelompok-kelompok radikal dan anti-hak-hak asasi manusia yang bagaikan virus dapat menginfeksi segmen-segmen moderat dan pro-hak-hak asasi manusia.
Dari perspektif pengamat yang berjuang agar agama dapat dipandang sebagai warisan kultural umat manusia, kemajemukan merupakan fakta yang diterima dengan relaks.
Namun dari perspektif penganut paham radikal, kemajemukan tampak sebagai ketidakmurnian dan kebobrokan.