Catatan Denny JA: Olahraga Padel Segera Naik Daun di Indonesia
- Penulis : Arseto
- Selasa, 06 Mei 2025 08:44 WIB

Menyambut Akan Dibangunnya PADEL DISTRICT di Ciputat
ORBITINDONESIA.COM - Suatu pagi yang teduh di Acapulco, Meksiko. Seorang pria bernama Enrique Corcuera membuka pintu lapangan kecil di halaman rumahnya.
Ia bukan atlet profesional. Bukan juga pelatih. Ia hanya seorang pencinta tenis yang lelah mencari lawan bermain dan ingin menikmati olahraga di ruang terbatas.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Seorang LGBT Menjadi Mata-mata (Spionase) dan Lainnya
Dari tangannya yang gemetar namun tekun, lahirlah padel — permainan baru yang ia rakit sendiri dari sisa tembok beton dan raket tanpa senar.
Hari itu, tahun 1969, ia tak tahu bahwa dari keisengan pribadinya akan tumbuh sebuah cabang olahraga global. Satu yang menyatukan komunitas, strategi, dan kelembutan pergerakan.¹
Di kemudian hari, olahraga itu menjalar ke Argentina, lalu menyala di Eropa seperti api yang menemukan angin. Dan kini, embusannya sampai ke Indonesia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mencari Panggilan Hidup Sejati
-000-
Apa daya tarik padel? Bukan semata karena raketnya tanpa senar, atau karena bola yang melambung pelan.
Padel menciptakan keintiman. Karena dimainkan dalam format 2 vs 2 — atau kadang 1 vs 1 dalam latihan — di lapangan kecil yang berpagar kaca, para pemain tak hanya berbagi strategi, tapi juga tawa, napas, dan kesalahan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: PHK Massal di Media Massa dan Lahirnya Angkatan Displaced Journalists
Ia adalah olahraga tanpa ego. Di dalamnya, kekuatan otot dikalahkan oleh koordinasi lembut dan antisipasi sunyi.
Padel tak menghardik tubuh. Ia mengajak berdansa. Tak perlu lari jauh, tak perlu pukulan tajam. Cukup satu lirikan, satu gerakan tangan, dan bola bisa membalik arah.
Tak heran jika di Eropa, padel adalah olahraga yang menyatukan pensiunan bankir, ibu rumah tangga, hingga anak muda berjiwa bebas.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perkuat Budaya Lokal Melalui Festival Internasional
-000-
Tiga Alasan Mengapa Padel Akan Naik Daun di Indonesia
1. Padel Cocok dengan Jiwa Sosial Orang Indonesia
Budaya nongkrong, gotong royong, dan kebersamaan membuat padel sangat relevan. Ia bukan olahraga individualistik. Padel dibangun dari semangat bareng-bareng — seperti main gaple, tapi dengan raket.
2. Tren Gaya Hidup Aktif tapi Ringan
Di kota seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan Makassar, generasi urban mulai mencari olahraga yang tidak menguras stamina, tapi tetap estetik.
Padel pas: ringan, elegan, instagenic. Tak heran, para pemain tenis dan badminton senior mulai beralih ke padel.
3. Ruang Kota yang Terbatas, Padel Tak Perlu Luas
Lapangan padel hanya butuh sepertiga luas lapangan tenis. Untuk kota padat seperti Jakarta atau Surabaya, ini anugerah.
Bahkan garasi besar atau rooftop bisa diubah menjadi padel court. Artinya, padel bisa tumbuh di tengah kota, dekat dengan komunitas.
-000-
Padel lahir bukan di stadion, tapi di halaman rumah. Enrique Corcuera di Acapulco hanya ingin bermain tenis dalam ruang sempit.
Ia menambahkan tembok di sekitar lapangan kecil agar bola tak keluar. Ia memperkecil ukuran raket, lalu mengajak teman-temannya bermain.
Dari halaman itu, padel menjalar ke Argentina. Di sana ia menjadi bagian dari gaya hidup elite Buenos Aires.
Kemudian meledak di Spanyol, terutama sejak Raja Felipe VI dan pesepakbola seperti Zidane dan Messi ikut bermain.
Hari ini, Spanyol dan Argentina memiliki liga profesional. Prancis, Swedia, Italia, Qatar, Dubai, dan Jepang menyusul.²
World Padel Tour diikuti oleh ribuan atlet. Premier Padel telah menjadi liga utama dunia. Padel bukan lagi olahraga alternatif. Ia telah menjadi gaya hidup baru.³
-000-
Bagaimana dengan Indonesia?
Saat ini, padel masih seperti bara kecil. Tapi ia menyala.
Sudah ada lebih dari sepuluh lapangan padel di Indonesia — dari Bali, Jakarta Selatan, hingga BSD.
Di Ciputat, tengah dijajaki pembangunan Padel District, pusat padel bergaya urban yang akan menjadi rumah komunitas baru.
Komunitas padel mulai tumbuh di media sosial. Kejuaraan lokal mulai digagas.
Yang menarik, lansia pun mulai ikut. Di Spanyol, seorang pensiunan dosen berusia 67 tahun belajar padel setiap Selasa pagi.
“Saya tak lagi bisa main tenis,” katanya, “tapi di padel saya tetap bisa menikmati permainan tanpa merasa tua.”
Itulah keajaiban padel: ia memuliakan tubuh, tak menghardik usia.
-000-
Padel, pada hakikatnya, bukan tentang menang. Ia tentang hadir. Tentang dua pasang manusia yang saling mengisi ruang, saling membaca gerak.
Ia seperti puisi: tak lantang, tapi mengendap. Tak mengejutkan, tapi menyentuh. Tak mencolok, tapi meninggalkan bekas.
Dan bukankah itu yang kita cari dari hidup? Gerak-gerak kecil yang bermakna. Kemenangan yang tidak menggempur, tapi menyatukan. Tawa yang tak teriak, tapi menggugah.
Di lapangan kecil padel di Meksiko, seorang anak usia sembilan tahun bermain dengan ibunya. Ia tertawa, mengejar bola, lalu terjatuh. Tapi ia bangkit lagi.
Di bangku tepi lapangan, kakeknya menyaksikan — mengenakan topi jerami dan kaus tipis. Ia tak bisa lagi bermain, tapi wajahnya penuh senyum.
“Padel menyatukan tiga generasi dalam satu lapangan kecil,” katanya.
Dan mungkin, dalam zaman yang penuh deru dan persaingan, itulah kemenangan sejati padel: ia mempertemukan manusia — bukan di podium, tapi di tengah senyuman dan kerja sama.
-000-
Indonesia siap menyambut padel.
Bukan hanya sebagai olahraga,
tapi sebagai jalan pulang bagi tubuh, persahabatan, dan jiwa.
Padel bukan masa depan. Ia adalah sekarang.
Dan kini, kita bersiap menyambutnya.***
Jakarta, 6 Mei 2025
CATATAN
1. Enrique Corcuera is credited as the inventor of padel in 1969 in Acapulco, Mexico, creating a modified version of tennis and squash in his backyard.
Source: Wikipedia – Padel (Sport)
2. Countries with national padel teams include Spain, Argentina, France, Italy, Sweden, Portugal, Belgium, Japan, UAE, and more.
Source: Padel Alto – World Padel Championships
3. Premier Padel and World Padel Tour are the two main professional padel circuits, now unified under the International Padel Federation (FIP).
Source: Premier Padel – Official Site
Wikipedia – 2024 FIP Calendar
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World