Catatan Denny JA: Bingkisan Lebaran Dari Presiden Prabowo Subianto dan Seskab Teddy Indra Wijaya yang Menyentuh
- Penulis : Krista Riyanto
- Kamis, 10 April 2025 09:30 WIB

Di Jepang, kekuasaan tidak hanya dibangun lewat strategi rasional atau kekuatan partai. Ia juga bertumbuh dari sesuatu yang lebih lembut: perhatian personal.
Tradisi ini mengakar dalam budaya Jepang yang menjunjung keharmonisan (wa), rasa hormat (sonkei), dan kewajiban timbal balik (giri).
Politikus menjaga hubungan dengan rakyatnya bukan hanya ketika Pemilu tiba. Mereka mengirim kartu ulang tahun, ucapan duka, salam hangat untuk hari raya—meskipun masyarakat Jepang dikenal tidak religius secara institusional.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Sejarah Surat Cinta bagi yang Telah Tiada
Kartu-kartu itu tidak massal. Banyak yang ditulis tangan, atau disesuaikan penerimanya. Ini bukan basa-basi, melainkan cerminan ketulusan dan penghormatan.
Ketika seorang politikus mengingat ulang tahun seorang warga, atau menyampaikan belasungkawa kepada keluarga rakyat biasa, ia sedang menanamkan kepercayaan. Bukan sekadar menjanjikan kebijakan, tapi menghadirkan kemanusiaan.
Sistem ini bersumber dari praktik politik pascaperang yang menekankan koenkai, organisasi pendukung personal di tingkat lokal. Lewat koenkai, politisi hadir dalam pernikahan, pemakaman, hingga festival desa. Mereka membaur, bukan hanya tampil.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Kuputari Kakbah
Di balik kostum formal dan bahasa sopan tingkat tinggi, politik Jepang menyimpan semangat kekeluargaan.
Sebagai efeknya, rakyat mencintai politisi yang dipilihnya lebih emosional. Tak heran banyak politisi Jepang di parlemen, yang terpilih berulang- ulang karena kedekatan hati dengan rakyat.
Ini hanya untuk contoh saja. Tiga anggota palemen Jepang yang terpilih berkali-kali:
Baca Juga: Catatan Denny JA: 10 Pesan Spiritual Universal, Realitas Itu Bersifat Spiritual
1. Kenzaburo Hara – 54 tahun (1946–2000)