DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pusi Esai, Ketidakadilan Sosial, Kultur Pop, dan Ibu Kota Baru

image
Inilah Puisi Esai yang Disampaikan dalam Festival Puisi Esai ASEAN di Malaysia September 2022.

Baca Juga: Konflik Sampit 2002, Dayak Melawan Madura dalam Puisi Esai Denny JA: Amarah Terpendam, Kesedihan yang Puitis

Namun apa daya, sejak seratus tahun ini puisi semakin tersingkir dari ruang publik. Ujar Gioia, puisi kini berhenti sebagai agen utama pengubah budaya. Ia hanya beredar di acara kesenian, dan di kalangan sesama penyair, serta peminat yang semakin kecil. Bahkan National Book Award di Amerika Serikat sejak tahun 1985 tak lagi punya kategori untuk buku puisi terbaik.

Dia juga kemudian menemukan majalah legendaris Poetry, A Magazine of Verse yang didirikan oleh Harriet Monroedi (1912) dan melihat bahwa salah satu penyebab majalah puisi tersebut bertahan sekian lama karena majalah tersebut terlibat aktif dalam aneka movement.  

Dari majalah Poetry itu pula ia menemukan kritik tajam John Barr terhadap dunia puisi yang dia anggap semakin sulit dipahami publik, mengalami stagnasi, dan tak ada perubahan berarti selama puluhan tahun.

John Barr juga menengarai bahwa publik luas merasa semakin berjarak dengan dunia puisi. Para penyair asyik masyuk dengan imajinasinya sendiri, atau hanya merespon penyair lain. Mereka semakin terpisah dan tidak merespon persoalan yang dirasakan khalayak luas.

Baca Juga: Perkosaan Massal di Kerusuhan Mei 98 Jakarta dalam Puisi Esai Denny JA, DARI SEJARAH YANG DILUPAKAN

Pendeknya, “Poetry is nearly absent from public life, and poets too often write with only other poets in mind, failing to write for a greater public.”

Dengan semua itu, ia memunculkan ide penulisan puisi yang dia beri nama Puisi Esai. Rumusan mengenai apa dan bagaimana puisi esai tidak akan dibahas di sini. Cukup dengan membuka Jurnal Sajak Edisi 3, atau jika mau lebih lengkap, buku Puisi Esai: Kemungkinan Baru Puisi Indonesia suntingan Acep Zamzam Noor, maka segala sesuatunya akan relatif menjadi jelas.

Yang menarik di sini adalah motto yang disuarakan bersama gerakan puisi esai, yaitu “Yang bukan penyair boleh ambil bagian.” Motto ini tentu mengacu pada motto terkenal Chairil Anwar bahwa “Yang bukan penyair tidak ambil bagian”.

Dengan motto itu, puisi esai diharap dapat dijadikan upaya demokratisasi di bidang puisi.

Halaman:

Berita Terkait