Pusi Esai, Ketidakadilan Sosial, Kultur Pop, dan Ibu Kota Baru
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 12 Desember 2022 09:34 WIB
Dari ketiga petikan tersebut kita mendapat panorama bahwa apa yang mereka tulis bukan tema yang lazim dalam puisi Indonesia: manusia yang tinggal di gerobak bersama keluarganya sambil membawa-bawa jenazah anaknya kemana-mana, kehidupan seorang menteri, dan kaum Ahmadi yang dipersekusi.
Maka, ketika Lomba Menulis Puisi Esai diadakan, hasilnyapun banyak yang diluar dugaan, baik dilihat dari segi mutu maupun muatan isi dan ceritanya.
Siapa menyangka bahwa kasus Sengkon-Karta yang sudah dilupakan dan tertimbun dalam arsip puluhan tahun lalu bisa muncul kembali ke tengah kita dan dengan cara yang menarik.
Siapa yang menyangka bahwa kasus mafia pajak yang sedang ramai di koran dan tv dapat diangkat menjadi puisi esai yang bukan sekadar replika dari berita.
Siapa pula yang akan menyangka bahwa sepotong peristiwa sejarah dari sebuah sudut di Jawa masa silam bisa muncul ke tengah pembaca?
Berikut beberapa petikan dari puisi esai juara Lomba Menulis Puisi Esai yang pertama.
Mata Luka Sengkon Karta
Peri Sandi Huizhce
Serupa Maskumambang,
pupuh mengantarkan wejangan hidup