DECEMBER 9, 2022
Kolom

Esai Haji: Burung-Burung yang Thawaf di Langit Makkah

image
Ilustrasi burung-burung di Makkah (Foto: Istimewa)

Oleh Elza Peldi Taher*

ORBITINDONESIA.COM - Di antara menara-menara yang menjulang dan gelombang manusia yang tak henti berputar di sekeliling Ka’bah, ada makhluk-makhluk kecil bersayap yang turut thawaf di langit Mekkah. Mereka bukan jamaah haji, bukan pula petugas haji berpakaian seragam.

Mereka adalah burung-burung yang terbang rendah di atas kepala kami, menyentuh langit-langit spiritual kota ini dengan sayap mereka yang halus. Dalam sunyi dzikir, mereka hadir sebagai bunyi halus yang menyelinap ke kesadaran: bahwa Mekkah bukan hanya tempat kembali manusia, tapi juga rumah bagi makhluk lain yang bersujud.

Baca Juga: Esai Haji: Menunggu Salat Subuh di Masjidil Haram, Hati Terasa Teduh

Banyak orang heran, termasuk saya: mengapa di kota yang gersang, panas, dan tandus ini, burung-burung begitu berlimpah? Seakan lebih banyak dari jumlah manusia yang menetap.

Padahal, Mekkah bukan kota hijau. Tidak ada hutan, sedikit pohon, dan mata air pun tersembunyi jauh di dasar tanah. Tapi burung-burung itu ada. Mereka hadir di pelataran Masjidil Haram, di puncak Jabal Rahmah, di sekitar Gua Hira, bahkan di sepanjang trotoar hotel-hotel tempat peziarah menginap.

Burung itu bukan burung piaraan. Mereka liar, tapi tidak liar dalam sikap. Mereka jinak dalam bahasa tubuh. Mereka tidak takut pada manusia. Ketika kami duduk atau berjalan, mereka menyelinap mendekat. Bila dikejar anak-anak, mereka terbang sejenak, lalu turun kembali.

Baca Juga: Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurizal: Syarikah Haji yang Bermasalah Harus Dievaluasi

Burung-burung itu tampak seperti bermain, seperti sedang bersenda-gurau di taman Tuhan. Mekkah, rupanya, tidak hanya tempat thawaf manusia, tapi juga taman bagi burung yang bebas dari rasa takut.

Burung-burung itu tak hanya nyata secara fisik, tapi juga hadir sebagai metafora: mereka adalah jiwa yang terbang menuju cahaya, roh yang melampaui gravitasi dunia, dan harapan yang mengangkasa dalam doa.

Seperti kata Jalaluddin Rumi, “Burung tidak terbang karena sayap, tetapi karena kerinduan.” Di kota suci ini, kerinduan itu berlipat ganda. Setiap langkah adalah panggilan pulang, dan burung-burung itu tampaknya lebih dulu paham arah kiblatnya.

Baca Juga: Makin Kalap, Serangan Israel Menyasar Pesawat Jemaah Haji Yaman di Bandara Sanaa

Dalam Al-Qur’an, burung menjadi simbol yang kaya makna. Surah Al-Fil menyebut burung Ababil yang melemparkan batu dari neraka kepada pasukan bergajah yang hendak menghancurkan Ka’bah. Sebuah ayat yang seolah menegaskan: Tuhan menjaga rumah-Nya tidak hanya lewat manusia, tapi juga lewat burung.

Halaman:

Berita Terkait