Catatan Denny JA: Ketika Seorang LGBT Menjadi Mata-mata (Spionase) dan Lainnya
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 01 Mei 2025 02:16 WIB

Apa artinya menjadi diri sendiri jika dunia tidak memberimu tempat? Bagaimana jika identitas yang kau temukan dengan susah payah justru menjauhkanmu dari semua yang kau kenal?
Inilah dilema Jess Goldberg dalam Stone Butch Blues. Tumbuh dalam dunia yang kaku dan penuh aturan, Jess tak pernah benar-benar memiliki ruang untuk bernapas.
Di satu sisi, ia tidak cocok dengan norma kewanitaan yang dipaksakan padanya. Di sisi lain, menjadi laki-laki pun tak membebaskannya sepenuhnya.
Baca Juga: Irsyad Mohammad: SATUPENA, Satu AI, dan Beberapa Visi dan Mimpi
Ia mencoba menemukan tempatnya, melalui terapi hormon, operasi, bahkan kehidupan yang lebih maskulin. Tetapi tetap saja, batasan sosial mengungkungnya.
“Aku ingin bebas, tetapi aku tak tahu bagaimana caranya menjadi bebas tanpa kehilangan segalanya.”
Novel ini bukan sekadar tentang perjuangan seorang individu transgender. Ini kisah sistem yang tak pernah memberi ruang bagi mereka yang berbeda. Jess dipaksa untuk memilih antara hidup dalam kepalsuan atau berjuang dalam kesendirian.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Aku Manusia Enam Setengah Tahun
Kekerasan dan diskriminasi yang ia alami bukan hanya pukulan fisik, tetapi juga luka batin yang tak kunjung sembuh. Namun, di tengah rasa sakit itu, ada keteguhan: keinginan untuk tetap hidup, untuk tetap mencari makna.
Karena dalam dunia yang menolak keberagaman, bertahan hidup saja sudah menjadi bentuk perlawanan.
-000-
Baca Juga: Puisi Satrio Arismunandar: Kekayaan Sejati Denny JA
Mengapa LGBT Didiskriminasi? Dan Mengapa Dunia Kini Lebih Menerima LGBT?