Catatan Denny JA: Ketika Seorang LGBT Menjadi Mata-mata (Spionase) dan Lainnya
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 01 Mei 2025 02:16 WIB

Margareth, seorang waria, seorang peramal, seorang penari, dan di balik semua itu, seorang mata-mata. Ia bukan hanya penjual mimpi bagi para pengunjung yang haus hiburan, tetapi juga seorang pengumpul rahasia yang diam-diam mengirim laporan ke negeri seberang.
Puisi esai Bukan Matahari, Panggil Aku Margareth Saja mengisahkan perjalanan seorang individu yang terjebak di antara banyak identitas.
Ia seorang laki-laki yang menemukan dirinya lebih nyaman dalam ekspresi kewanitaan. Ia juga seseorang yang ditolak oleh lingkungannya tetapi kemudian dipeluk oleh dunia yang lebih gelap: dunia spionase.
Baca Juga: Irsyad Mohammad: SATUPENA, Satu AI, dan Beberapa Visi dan Mimpi
Ini adalah kisah tentang pengkhianatan dan kesetiaan, kebebasan dan belenggu, penerimaan dan penolakan.
Di awal puisi, Margareth digambarkan sebagai seorang penari yang begitu piawai, seorang penghibur yang tidak hanya menjual tarian tetapi juga ramalan.
Ia adalah sosok yang diidolakan, tetapi juga direndahkan; dihormati di satu sisi, tetapi dipandang hina di sisi lain.
Baca Juga: Cerpen Rusmin Sopian: Aku Manusia Enam Setengah Tahun
Di sudut Tanamur, lampu-lampu berpendar,
ia jumpai wajah-wajah haus yang tak kenal pagar.
Ia, sang penari malam, bergaun merah menyala,
melenggok seperti daun yang didera angin cinta.
Margareth menemukan kebebasan dalam tarian, tetapi kebebasan itu tetap berbatas. Ia menjadi pusat perhatian, tetapi tidak pernah benar-benar dianggap sebagai bagian dari masyarakat.
Baca Juga: Puisi Satrio Arismunandar: Kekayaan Sejati Denny JA
Dalam kesunyian setelah pesta usai, ia mulai mempertanyakan dirinya sendiri.